Kamis, 21 Januari 2010

“ KESULITAN BELAJAR “ KORBAN LAPINDO MENGHADAPI UAN


“ KESULITAN BELAJAR “

KORBAN LAPINDO MENGHADAPI UAN

1. Lailatul Fitriyah
2. Fitriyana Fauziah
3. Risa Rahmawati
4. Zuhdi Ahsan


FENOMENA

Peristiwa lumpur Lapindo, mempunyai sumbangan dampak yang besar baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam makalah ini kita akan membahas tentang “ Kesulitan Belajar Bagi Siswa-siswi yang menjadi korban, dan berada dalam Pengungsian, berkaitan dengan UAN (Ujian Akhir Nasional) ”. sering kita melihat dan mendengar dalam media elektronik, telah ditayangkan situasi dan kondisi yang ada dalam pengungsian bagi warga yang terkena korban lumpur Lapindo, di Pasar Baru Porong, Sidoarjo. Ratusan kepala rumah tangga berada disana, tempat pengungsian yang sempit, dan bising, penuh dengan tangisan anak-anak kecil, situasi yang sangat tidak kondusif untuk tempat belajar. 
 Secara psikologi juga mempengaruhi siswa-siswi yang berada dalam pengungsian, karena kehilangan rumah mereka (deprivasi lingkungan). Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan namun dari kenyataan dilapangan yang terjadi jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara siswa yang satu dengan yang lain. Hal itu juga yang dirasakan oleh para siswa yang menjadi korban Lumpur lapindo, secara psikologis mempengaruhi belajar mereka, yang dahulunya kebutuhan belajar mereka tetapi dampak bencana tersebut membuat mereka harus tinggal yang kurang mendukung untuk belajar, sehingga prestasi belajar mereka dalam sekolah pun menurun. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor intern maupun ekstern, seperti faktor intern siswa yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, yaitu labilnya emosi dan sikap akibat dari trauma atau depresi yang mereka hadapi atas kehilangan rumah mereka. Dan faktor ektern, keadaan yang datang dari luar siswa korban lapindo, seperti : lingkungan keluarga, contohnya : kehidupan ekonomi keluarga yang sulit, dan lingkungan tempat tinggal, yaitu pasar baru porong yang kumuh dan bising sehingga mereka merasakan kesulitan dalam konsentrasi dalam belajar, alat penerangan dalam pengungsian juga menjadi faktor yang mempengaruhi proses belajar. Kesulitan belajar dapat diketahui dari menurunnya kinerja akademik dan munculnya misbehavior siswa, baik yang berkapasitas tinggi maupun yang berkapasitas rendah, karena faktor intern siswa dan ekstern siswa. Siswa yang mengikuti ujian akhir nasional (UAN) khususnya korban lapindo meminta untuk diberi kompensasi dalam penilaian karena mereka mengalami kesulitan dalam belajar menjelang UAN karena lingkungan yang tidak kondusif untuk belajar.
 Faktor yang paling mempengaruhi dari kesulitan belajar tersebut faktor sosial, lingkungan. Dimana banyaknya pengungsi dan tiap ruangan hanya diberi penggalang yang terbuat dari triplek sehingga terdengar suara-suara percakapan, anak-anak kecil yang ramai karena bermain, cuaca serta penerangan yang kurang pendukung. Pada umumnya hal tersebutlah yang dapat mengganggu proses belajar dan prestasi-prestasi belajar. Sehingga perhatian tidak dapat ditujukan kepada hal yang dapat dipelajari atau aktivitas belajar itu semata-mata. Apabila kondisi yang seperti berlangsung lama, tanpa adanya perhatian dari pihak pemerintah mungkin akan banyak putus sekolah, karena kurangnya motivasi belajar bagi siswa Lumpur lapindo bila keadaan tetap seperti itu.  

LANDASAN TEORI
 Banyak sekali definisi yang dikemukakan oleh para tokoh terkemuka mengenai belajar, dibawah ini terdapat beberapa definisi mengenai belajar,
- Cronbach da dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa: learning is shown by change in behavior as a result of experience (Cronbach, 1954: 47). Jadi menunurutnya belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami, dan dalam mengalami itu si pelajar mempergunakan panca inderanya. 
- Pendapat Harold Spears (1955: 94), menyatakn bahwa: learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction.
- Menurut Mc Geoh, belajr adalah: learning is a change in performance as a result of practice (dalam Skinner, 1958: 109).
- Hilgard, berpendapat belajar adalah: learning is the process by which an activity originates through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from change by factors not attributable to training (Hilgard, 1948: 4).
- Stern menyatakan bahwa, belajar adalah: learn ist kenntnisserwerb durch wiedurbolte Darbeitungen, yang dalam arti luasnya juga meliputi der Ansignung neur Fertigkeiten durch Wiederbolung die Rede (Stern, 1950: 313).
Dari semua definisi diatas dapat diperoleh hal-hal pokok seperti dibawah:
• Bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, actual maupun potensi)
• Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru
• Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
 Belajar sebagai proses atau aktivitas disyaratkan oleh banyak sekali hal-hal atau faktor-faktor. Terdapat banyak sekali factor yang mempengaruhi belajar, antara lain:
1. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dibagi lagi menjadi dua:
• Factor-faktor non sosial, misalnya: karena udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat belajar, alat-alat yang dipakai untuk belajar. Factor diatas harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat membantu proses belajar secara maksimal. Letak sekolah atau tempat belajar harus memenuhi syarat seperti ditempat tang tidak terlalu dekat dengan kebisingan atau jalan raya, lalu bangunan harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh ilmu kesehatan sekolah.
• Factor-faktor sosial. Yang dimaksud adalah factor manusia, baik manusia itu hadir maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung datang. Karena kehadiran orang lain disaat kita belajar dapat mengganggu proses belajar.
2. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri si pelajar, dan inipun dibagi lagi menjadi dua:
• Faktor-faktor fisiologis, yaitu: tonus jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu. 
• Factor-faktor psikologis. N Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah:
a) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas,
b) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju,
c) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
d) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik deangan koperasi maupun dengan kompetisi,
e) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran,
f) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
Teori Skinner
 B.F. Skinner sebagai seorang pelopor behaviorism mengatakan variable structural dapat diperoleh dari ilusi denagn menjelaskan dan memprediksikan tingkah laku berdasarkan factor-faktor tetap dalam kepribadian, tetapi tingkah laku hanya dapat diubah dan dikontrol dengan mengubah lingkungan. 
Kepribadian dan Belajar
 Kepedulian utama Skinner adalah mengenai tingkah laku, yang hakekat utama teori Skinner adalah teori belajar, berubah menjadi memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu. Kehidupan terus menerus dihadapkan dengan situasi eksternal yang baru, dan organisme harus belajar merespon situasi baru itu memakai respon lama atau memakai respon yang baru saja dipelajari. Dia yakin bahwa kepribadian dapat difahami dengan mempertimbangkan perkembangan tingkah laku dalam hubungannya yang terus-menerus denagn lingkungannya. Cara untuk mengubah dan mengotrol tingkah laku adalah dengan melakukan reinforcement atau penguatan, dan manusia dapat dilatih melakukan semua jenis tingkah laku apabila semua konsekuensi atau penguatan yang tersedia di lingkungan dapat diubah dan diatur sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Menurut Sinner ada dua respons, yaitu:
1. Respondent response (reflexive respone), yaitu respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu, yang disebut eliciting stimuli, menimbulkan respons-respons yang secara relative tetap, misalnya makanan yang menimbulkan keluarnya air liur. Pada umumnya, perangsang yang demikian itu mendahului respons yang ditimbulkannya. Respons ini sangat terbatas adanya pada manusia dan karena adanya hubungan yang pasti antara stimulus dan respons kemungkinan untuk memodifikasinya adalah kecil. 
2. Operant response (instrumental response) yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang-perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang itu mengikuti seseuatu tingkah laku tertentu y6ang telah dilakukan. Jika seorang anak belajar lalu mendapat hadiah, maka dia akan menjadi lebih giat belajar. Respons ini merupakan bagian terbesar daripada tingkah laku manusia, dan kemungkinannya untuk memodifikasi boleh dikatakan tak terbatas. 
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning adalah :
• Dilakukan identifikasi mengenai hal apa yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk itu.
• Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuik tingkah laku yang dimaksud. Komponen-komponen itu lalu disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
• Dengan mempergunakan secara urut komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk masing-masing komponen.
• Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun.
Teori Thorndike (Conectionism)
 Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika sudah dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang memenuhi tuntutan, maka perbuatan yang cocok itu dipegang. Dan latihan yang terus-menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan itu semakain efisien. Proses belajar menurut Thorndike melalui proses:
1. Trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan).
2. Law of effect, yaitu segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan diingat dan dipelajari dengan baik, demikian pula sebaliknya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis, dan otomatisme dalam belajar itu dapat dilateh dengan syarat-syarat tertentu. Dia melihat bahwa manusia itu sebagai mekanismus, hanya bertindak jika ada perangsang yang mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar, dan dalam pendidikan juga terdapat adanya pemberian penghargaan atau hukuman, serta terjadinya tingkah laku yang dapat mendatangkan sesuatu dengan hasilnya, ketiganya itu karena adanya law of effect. 

 DAFTAR PUSTAKA


Ψ Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. 2003. PT. Rineka Cipta : Jakarta
Ψ Porwanto Ngalim. Psikologi Pendidikan. 2003. Rosdakarya: Jakarta
Ψ Suryabrata, Sumadi. Psikologi pendidikan. 2004. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
Ψ Syah, Muhidin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. 2005. PT Remaja Rosda Karya : Bandung



Tidak ada komentar:

Posting Komentar