Senin, 25 November 2013

Terapi NLP untuk Perilaku Merokok

By. Ana Khoirurah, S.Psi
.
 Pengertian Perilaku

Pengertian perilaku menurut Sarwono adalah sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata8. Sedangkan menurut Morgan perilaku tidak seperti pikiran atau perasaan, perilaku adalah sesuatu konkrit yang bisa diobservasi, direkam maupun dipelajari.

Walgito berpendapat, ia mendefinisikan perilaku dan aktivitas ke dalam pengertian yang luas, yaitu perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (innert behavior), demikian pula aktifitas-aktifitas tersebut disamping aktifitas motoris, juga termasuk aktifitas emosional dan kognitif.

Menurut Chaplin memberikan pengertian perilaku dalam 2 arti. Pertama, perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami seseorang. Pengertian kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempit yaitu segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian perilaku di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah semua hal yang dilakukan individu yang melibatkan aspek kognitif, afektif dan matorik, yang bisa diobservasi (dilihat secara nyata) sehingga bisa dipelajari.

Perilaku Merokok Manusia adalah makhluk yang sangat dinamis. Ada banyak perilaku manusia yang bisa diamati, diobservasi dan diprediksi. Salah satunya adalah perilaku merokok. Berikut ini beberapa pendapat tentang pengertian perilaku merokok dari beberapa tokoh.

Menurut Purwadarminta mendefinisikan perilaku merokok sebagai aktifitas menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut dengan nipah atau kertas.

Pendapat lain dari Amstrong, mengatakan bahwa perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar.

Levi telah menyampaikan pendapatnya tentang perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap rokok serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

Sari menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok

Menurut Ogawa dahulu perilaku merokok disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok disebut sebagai tobacco dependency atau ketergantungan tembakau. Tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah bungkus rokok perhari, dengan adanya tambahan distres yang disebabkan oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang.

Definisi yang disampaikan oleh Komalasari dan Alvin tentang Perilaku merokok adalah sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari.

 Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok (tembakau yang dibakar) dengan menggunakan pipa atau rokok yang dilakukan secara intensif dalam kehidupan sehari-hari.

Social Learning Theory dari Bandura dapat membantu dalam melakukan analisa terhadap berbagai kasus-kasus perilaku adiksi (ketergantungan) seperti merokok, alkohol dan ketergantungan obat. Cacatan sederhana tentang pemberian reward dan hukuman terhadap diri mereka merupakan suatu hal yang dapat menjelaskan tentang kenapa prilaku adiksi bertahan dan berlangsung secara terus menerus. 

Para perokok pemula biasanya akan merasakan kering dan rasa terbakar pada tenggorokan pada saat pertama kali menghisap rokok. Kenapa mereka merokok lagi? Jawaban dapat diketahui dengan menggunakan theory Social Learning Theory, dimana pembelajaran dilakukan melalui observasi oleh remaja terhadap orang tuanya, teman sebaya, gambaran tentang perokok di media televisi, dan perokok yang lain.

Secara umum adiksi terjadi akibat ketidakmampuan menahan akibat efek dari withdrawal sehingga memaksa mereka harus mengkonsumsi zat-zat adiktif tersebut. Dukungan sosial menjadi salah satu penyebab kenapa seseorang bisa mengalami adiksi. Pada remaja, kejadian adiksi lebih banyak diakibatkan oleh pengaruh kuat dari kelompok/teman sebaya.

Kelompok sosial menjadi kekuatan social yang dapat mempengaruhi kebiasaan merokok pada remaja. Gabungan faktor belajar observasi dan dan dukungan sosial merupakan factor yang paling berpengaruh terhadap kejadian merokok.

Perilaku merokok remaja merupakan hasil dari sebuah proses yang sangat kompleks yang telah terjadi sebelumnya, termasuk pada remaja. Proses itu bisa berupa observasi learning, seperti yang dijelaskan dalam paragraf sebelumnya bahwa remaja disini juga telah melakukan proses observasi learning terhadap lingkungannya. 

Mereka mengamati bagaimana perokok dilingkungan sekitarnya, kemudian timbul keinginan, dan keinginan itu semakin kuat karena dukungan secara sosial dan moral juga kuat.

Observation learning dapat dilakukan oleh remaja terhadap idola (artis),public figure, orang tua, guru, teman sebaya dan anggota masyarakat dewasa lainnya. Semakin banyak orang-orang yang merokok di sekeliling remaja, semakin besar kemungkinan remaja belajar dan mengimitasi perilaku merokok, sehingga angka kejadian merokok akan semakin meningkat. 

Media informasi seperti televisi, radio, spanduk, billboard dan umbul-umbul merupakan media yang memperkuat pembelajaran observasi yang dilakukan.remaja sehingga semakin meyakinkan remaja, sehingga menjadi penguatan bagi proses observasi. Berdasarkan teori Social Learning Bandura, bisa disimpulkan bahwa kontrol terhadap lingkungan remaja menjadi hal yang sangat penting, jika ingin mengontrol perilaku merokok pada remaja.

Tipe perilaku merokok 

Ada beberapa tokoh yang mengklasifikasikan perilaku merokok, diantaranya:
Menurut Smet ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah21 : 1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari, 2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari. 3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku merokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka Mu‟tadin menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi22 : 

1. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik a. Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di smoking area. b. Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). 

2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi a. Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam. b. Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.

Menurut Silvan & Tomkins ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe tersebut adalah23: 1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
b. Simulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dari memegang rokok.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.
Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

3. Perilaku merokok yang adiktif.
Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja
Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya. Bahkan orang mulai merokok ketika mereka masih remaja. Sejumlah studi menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai merokok antara umur 11 dan 13 tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun.

Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab mengapa seseorang merokok. Menurut Levy, setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Pendapat tersebut didukung oleh Smet yang menyatakan bahwa seseorang merokok karena faktor-faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan.

Menurut Lewin, perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal mengatakan bahwa merokok tahap awal dilakukan dengan teman-teman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%) dan orang tua (14%). Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Komasari dan Helmi yang mengatakan bahwa ada tiga faktor penyebab perilaku merokok pada remaja yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja, dan pengaruh teman sebaya

tobe continue.. (1-16)