Perkembangan Psikososial Bayi
Oleh:
Neni Prasetyani, Muhammad Velix, Sri Winarti, Mifta Faridz Verian A., Amaliyah Fatmala, Ulfa Kurniawati,
Neni Prasetyani, Muhammad Velix, Sri Winarti, Mifta Faridz Verian A., Amaliyah Fatmala, Ulfa Kurniawati,
I. PENDAHULUAN
Masa bayi merupakan masa awal kehidupan manusia. Perkembangan masa bayi sangat mempengaruhi dasar dari perilaku individu di kehidupan selanjutnya. Untuk itu sangat perlu diperhatikan, sehingga selain penulis menyampaikan tugas yang menjadi amanah dosen, penulis berkesempatan untuk mengetahui perkembangan sosio-emosional yang dalam hal ini sangat bermanfaat bagi kita semua.
Dalam perkembangan sosio-emosi, khususnya pada masa bayi, memiliki hubungan dengan perihal keterikatan (attachment), otonomi bayi, perkembangan psikososial, temperamen, perkembangan rasa percaya, peran ayah sebagai pengasuh anak, tempat pengasuhan anak (day care), dan emosi yang akan dibahas kali ini.
II. PEMBAHASAN/ANALISIS
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Perkembangan psikososial bayi dimulai pada usia 1-2 bulan memperlihatkan rasa senang-nyaman berdekatan dengan orang yang dikenal, usia 4-7 bulan memberikan respon emosional terhadap kontak sosial, dan usia 9-10 bulan mulai lepas dari pengasuhnya karena sudah dapat merangkak atau meraih sesuatu. Usia 1 tahun tampak interaktif rasa aman dengan ibu atau pengasuhnya dan usia 2 tahun mulai mengikuti perbuatan.
Adanya gangguan psikososial ini kemungkinan dapat memperkirakan apakah anak akan cendrung menjadi pendiam atau hiperaktif. Adanya gangguan ini perlu mendapatkan perhatian orang tua, karena biasanya berhubungan dengan gangguan lainnya seperti hiperaktif dengan terlambat bicara.
Adanya gangguan psikososial ini kemungkinan dapat memperkirakan apakah anak akan cendrung menjadi pendiam atau hiperaktif. Adanya gangguan ini perlu mendapatkan perhatian orang tua, karena biasanya berhubungan dengan gangguan lainnya seperti hiperaktif dengan terlambat bicara.
Sebelumnya kita telah membahas tentang teori-teori dalam psikologi perkembangan. Salah satunya terdapat teori psikososial erikson, yang menyatakan bahwa kepribadian terbentuk ketika seseorang melewati tahap psikososial seumur hidupnya. Dimana masing-masing tahap memiliki tugas perkembangan tang khas,dan mengharuskan individu menhadapi dan menyelesaikan krisis yang di alami. Sedangkan perkembangan psikososial berhubungan dengan perubahan-perubahan perasaan atau emosi dan kepribadian srta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan oranglain (adaptasi dengan lingkungan)
Perkembangan psikososial masa bayi juga berhubungan dengan perubahan-perubahan perasaan atau emosi dan kepribadian dalam berhungan dengan oranglain. Meskipun dalam pemenuhan kebutuhannya bayi sangat tergantung pada ibunya atau pengasuhnya. Namun, bukan berarti bayi tersebut aktif, dia juga mengalami prubahan-perubahan dari pengalamannya sejak lahir. Sehingga, semakin bertambah dan berpartisipasi aktif dalam perkembangan psikososialnya sendiri, mengamati, serta berinteraksi dengan orang-oran disekitarnya.
Sebagai bayi yang sedang tumbuh lebih dewasa, dia memiliki kedekatan dan keterkaitan emosional denga orang-orang yang peting dalam hidupnya. Bayi juga berpartisipasi dalam menjalin huungan dengan cara-cara yang halus. Lebih dari itu, bayi juga menyatakan perasaan atau kebutuhannya dengan cara-cara yang membigungkan
Perilaku demikian menunjukakan adanya dua tema utama dalam perkembangan psikosial selama masa bayi, yaitu keprcayaan dan otonomi. Bayi mempelajari apa yang di harapkan dari orang-orang yang penting dalam hidupnya. Mereka mengembangkan suatu perasaan mengenai siapa yang mereka senangi dan makanan apa yang di senangi serta yang tidak disenangi.
PERKEMBANGAN EMOSI
Emosi adalah perasaan atau afeksi yang melibatkan gejolak fisiologis dan perilaku yang tampak sekaligus. Emosi pun diklasifikasi menjadi dua yaitu, afektifitas positif (antusiasme, kegembiraan, kesabaran, dan ketenangan) dan afektifitas negatif (kecemasan, kemarahan, rasa bersalah, dan kesedihan). Sedangkan, yang dinamakan dengan emosionalitas pada perangai bayi adalah kecenderungan untuk mengalami kesulitan (distressed).
Dalam perkembangan anak, emosi memiliki peranan-peranan tertentu, seperti, media untuk penyesuaian diri dan mempertahankan kelangsungan hidup (adaptation&survival). Emosi pun memiliki fungsi sebagai media pengaturan diri (regulation). Dan juga berfungsi sebagai media komunikasi.
Gejala awal perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulus yang kuat. Keterangsangan berlebih-lebihan tampak dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meski begitu, reaksi emosional pada bayi yang masih dalam periode neo natal, kurang spesifik, karena hanya menampakan reaksi terhadap kesenangan dan ketidak senangan. Seiring pertambahan usianya, ekspresi emosional bayi sekitar satu tahun, telah menyerupai ekspresi yang ditampakkan oleh orang dewasa.
Biasanya, emosi pada bayi hanya ditunjukkan dengan menangis dan tersenyum, karena kedua hal itu adalah mekanisme yang terpenting untuk mengembangkan komunikasi bayi tersebut.
Para ahli telah lama mempercayai bahwa kemampuan untuk berkreasi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir seperti menangis, tersenyum, dan frustasi, bahkan beberapa peneliti percaya bahwa beberapa minggu setelah lahir bayi dapat memperlihatkan bermacam-macam ekspresi dari semua emosi dasar termaksud kebahagiaan, perhatian, keheranan, kemarahan, ketakutan, kesedihan, dan kemuakan sesuai dengan situasinya untuk mengetahuinya apakah bayi benar-benar mengekspresikan emosi tertentu, Carroll Izord (1982) mengembangkan suatu sistem pengkaderan ekspresi wajah bayi yang berkaitan dengan emosi tertentu yang dikenal dengan maximally discrimunative facial movement coding system, berdasarkan sistem klasifikasi Izord,diketahui beberapa ekspresi emosi selama masa bayi, yaitu :
Perkembangan Emosi bayi
- UmurUmur ekspresi emosi0 – 1 bulan3 bulan3 – 4 bulan4 bulan4 – 7 bulan5 – 9 bulan18 bulan
Senyuman sosialSenyuman kesenanganKehati-hatianKelurahanKegembiraan, kemarahanKetakutanmalu
Ekspresi berbagai emosi tersebut mempunyai pesanan yang sangat penting bagi perkembangan anak. Brethertun et al (1981) menyebutkan 3 fungsi utama ekspresi emosi bayi,yaitu adaptasi dan kelangsungan hidup,regulasi.komunikasi
Fungsi penyesuaian diri dan kelngsungan hidup berbagai ketakutan adalah bersifat adaptif, karena ada kaitan yang jelas antara gejolak perasaan dengan kemungkinan bahaya.fungsi pengaturan,yaitu berkaitan dengan emosi yang mempengaruhi informasi yang di seleksi anak-anak dari dunia presepsi dan prilaku yang diperlihatkan.kemudian yang berkaitan dengan fungsi komunikasi, anak-anak menggunakan emosi untuk menginformasikan pada orang lain tentang perasaan dan kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Wasz-Hockert dan kawan-kawan (1968), bayi memiliki tiga jenis tangisan yaitu tangisan dasar atau basic cry (ketika menunjukan rasa lapar), tangisan marah atau anger cry (variasi basic cry yang menunjukan kegusaran), dan tangisan sakit atau pain cry (tangisan merintih yang butuh upaya menarik nafas cukup lama dan menunjukan rasa sakit).
Menurut Emde, Gaensbauer, dan Harmon (1976), bayi memiliki dua tipe senyuman yaitu senyum refleksi atau reflexive smile (bukan karena rangsang luar) dan senyum sosial atau social smile (respon atas stimulus).
PERKEMBANGAN TEMPERAMEN.
Temperamen merupakan sebuah aspek karakter yang menyelubungi seseorang secara umum, yang dibentuk oleh kecenderungan-kecenderungan pola-pola khusus reaksi emosional, perubahan suasana hati, dan tingkat kepekaan yang dihasilkan rangsangan. Temperamen juga bisa dilihat sebagai reaksi seseorang terhadap respon lingkungannya. Temperamen umumnya diperoleh seseorang melalui orang tuanya dengan cara diturunkan, juga dipengaruhi lingkungan sekitar.
Goleman (1995) :
“The moods that typify our emotional life”
Baltes (1998) :
“an individual’s behavioral style and characteristic way of responding”
Seifert dan Hoffnung (1994) :
“temperament refers to individual differences in responsivensess and self regulation that are present at birth, are relatively stable and enduring over time and cross situation, and influenced by the interction of heredity, maturation and experience”
Jadi Tempramen adalah : Perbedaan kualitas dan intensitas respons emotional serta pengaturan diri yang memunculkan perilaku individual yang terlihat sejak lahir, yang relatif stabil dan menetap dari waktu ke waktu dan pada semua situasi yang dipengaruhi oleh interaksi antara pembawaan, kematangan, dan pengalaman
Beberapa bayi sangat aktif menggerakkan tangan, kai dan mulutnya tanpa henti-hentinya, tetapi bayi lain terlihat sangat tenang. Sebagian bayi merespons dengan hangat kepada orang lain cerewet, rewel dan susah diatur. Semua gaya perilaku ini merupakan tempramen seorang bayi.
Alexander Tomas dan Stella Chess mengklasifikasikan tempramen atas tiga pola dasar :
Pertama : Bayi yang bertempramen sedang (easy babies), menunjukkan suasana hati yang lebih positif, keteraturan fungsi tubuh dan mudah beradaptasi dengan situasi baru.
Kedua : Bayi yang bertempramen tinggi (difficult babies), memperlihatkan suasana hati yang negatif, fungsi-fungsi tubuh tidak teratur, dan stres dalam menghadapi situasi baru.
Ketiga : Anak yang bertempramen rendah (slow to warm up babies) memiliki tingkat yang rendah dan secara reletif tidak dapat menyesuaikan diri dengan pengalaman baru, suka murung serta memperlihatkan intensitas suasana hati yang rendah (Thomas & chess, 1977)
Konsistensi tempramen ini ditentukan oleh faktor keturunan, kematangan dan pengalaman, terutama pola pengasuhan orang tua.
Menurut http://theangel.wordpress.com/2008/09/20/kenali-temperamen-bayi-anda/temperamen bayi diklasifikasikan sebagai berikut :
Pendiam
Bayi yang digolongkan ke dalam temperamen pendiam tidak terlalu banyak tingkah, sangat kalem. Ia tidak sulit untuk disuapi atau dimandikan. Jika menangis, ia mudah sekali ditenangkan. Memiliki bayi yang bertemperamen seperti ini menyenangkan namun umumnya lambat dalam tahap perkembangannya dibandingkan bayi-bayi lainnya. Cara yang baik dalam mengasuh bayi berjenis temperamen ini adalah orang tua hendaknya memberikan stimulasi berupa nyanyian, cerita, ataupun mainan yang dapat merangsang gerak motoriknya.
Aktif
Bayi yang memiliki jenis temperamen ini, begitu terlihat aktif sejak ia bangun hingga menjelang tidur. Mereka hanya perlu sedikit tidur, lalu energinya kan penuh seperti semula. Ia akan memainkan semua hal yang menarik perhatiannya, dan menjadi rewel jika ia merasa bosan. Bayi yang memiliki temperamen seperti ini umumnya memiliki kematangan fisik di atas bayi-bayi seusianya. Karena sulit dilarang untuk melakukan suatu kegiatan, cara pengasuhan yang baik adalah dengan membuat lingkungan yang aman untuk dijelajahi.
Tergantung
Keadaan bayi tergantung pada kehadiran orang lain. Ia protes apabila orang tuanya meletakkannya dalam box sendirian. Semua aktifitas akan dilakukannya dengan mudah jika ada orang di dekatnya, apalagi orang tua. Sepanjang ada yang menemani, maka ia akan makan, main, atau tidur dengan mudah. Namun jika bayi berjenis temperamen ini tidak melihat seseorang disampingnya, ia akan rewel. Cara yang baik dalam mengasuhnya adalah dengan membuat bayi yang memiliki temperamen ini menjadi mandiri, sehingga ia dapat berpisah dengan orang tuanya dengan intensitas yang sering. Meski awalnya ia akan rewel, namun ia akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan orang yang menggantikan posisi orang tua dalam merawatnya.
Ceria
Bayi dengan jenis temperamen ini mudah dibedakan dari bayi-bayi lainnya karena ia memiliki ekspresi yang selalu tersenyum dan tertawa. Jika melihat orang lain, bayi yang memiliki temperamen seperti ini umumnya akan menggerakkan tangan dan kakinya, seolah-olah hendak menyapa. Bayi ini umumnya akan tumbuh menjadi anak yang mudah bergaul dan disenangi teman-temannya. Untuk mengimbanginya, cara yang baik dalam mengasuh bayi jenis ini adalah dengan memperkenalkan bayi pada kegiatan yang lebih tenang, misalnya mendengarkan musik sendirian, agar ia terbiasa sendiri.
Tahu yang ia mau
Bayi seperti ini umumnya tahu benar apa yang diinginkannya, bahkan sejak bayi dilahirkan. Jika bayi tidak ingin tidur, orang tua kesulitan menidurkannya. Begitu pula dengan aktivitas yang tidak diinginkannya. Jika orang tua memaksanya, ia akan rewel (memprotes) berjam-jam tanpa lelah. Untungnya, bayi ini biasanya ketika tumbuh berubah menjadi anak yang lebih mudah berkomunikasi dan bernegosiasi. Ketika ia masih bayi, cara yang baik dalam mengasuhnya adalah dengan orang tua dituntut mengenali kebutuhan dan memberikan rutinitas yang sama setiap harinya. Kegiatan yang terprediksi dari waktu ke waktu dangat dibutuhkan untuk mengimbangi kebutuhannya.
PERKEMBANGAN ATTACHMENT
Bayi yang baru lahir telah memiliki perasaan sosial untuk berinteraksi dan melakukan penyesuaian sosial terhadap orang lain. Oleh sebab itu, tidak heran kalau bayi dalam semua kebudayaan mengembangkan kontak dan ikatan sosial yang kuat dengan orang yang mengasuhnya, terutama ibunya.
Kontak sosial pertama bayi dengan pengasuhnya ini diperkirakan mulai terjadi pada usia 2 bulan, yaitu pada saat bayi mulai tersenyum ketika memandang wajah ibunya dan hal itu untuk memperkukuh hubungan ibu dan anak. Perkembangan awal kontak sosial pada bayi ini merupakan dasar bagi pembentukan hubungan sosial di kemudian hari.
Pada usia 8 bulan, muncul “objek permanen” bersamaam dengan kekhawatiran terhadap orang yang tidak di kenal, yang disebut stranger anciety. Pada masa ini bayi mulai memperlihatkan reaksi ketika didekati olehorang yang tidak dikenalnya. Setelah usia 8 bulan, seorang bayi dapat membentuk gambaran mental tentang orang- orang atau keadaan, yang disebut skema . pada usia 12 bulan umumnya bayi melekat erat pada orang tuanya ketika ketakutan atau mengira akan ditinggalkan. Ketika mereka bersama kembali, mereka akan mengumbar senyuman dan memeluk orang tuanya, perasaan cinta antara bayi dan ibu ini disebut dengan attachment.
Attachment adalah sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh J. Bowlby tahun 1958 untuk menggambarkan pertalian atau ikatan antara ibu dan anak. Kebanyakan ahli psikologi perkembangan mempercayai bahwa attachment pada bayi merupakan dasar utama bagi pembentukan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Menurut J. Bowlby, pentingnya attachment dalam tahun pertama kehidupan bayi adalah karena bayi dan ibunya secara naluriah memiliki keinginan untuk membentuk suatu katerikatan. Ada 4 tahap perkembangan attachment pada bayi :
Tahap indiscriminate sosibility (0-2 bulan),
Bayi tidak membedakan antara orang- orang dan merasa senang dengan atau menerima dengan senang orang yang dikenal dan yang tidak dikenal.
Tahap attachment is the makin (2-7 bulan),
Bayi mulai mengakui dan menyukai orang-orang yang dikenal, tersenyum pada orang yang lebih dikenal.
Tahap specific, clear-cut attachment (7-24 bulan),
Bayi telah mengembangkan keterikatan dengan ibu atau pengasuh pertama lainnya dan akan berusaha untuk senantiasa dekat dengannya, akan menangis ketika berpisah dengannya.
Tahap goal-coordination partenerships (24- seterusnya)
Bayi merasa lebih aman dalam berhubungan dengan pengasuh pertama, bayi tidak merasa sedih selama berpisah dengan ibunya atau pengasuh pertamanya dalam jangka waktu yang lama.
Kegagalan membentuk keterikatan dengan sesorang atau beberapa orang pada tahun pertama kehidupannya, akan berakibat ketidakmampuan mempererat hubungan sosial yang akrab pada masa dewasa. Penelitian Baltes dan rekan-rekannya juga menunjukkan bahwa ibu-ibu yang diperkenankan berinteraksi segera setelah dia melahirkan anaknya, ternyata di kemudian hari jarang ditemui persoalan- persoalan, seperti ibu yang melalaikan anak, menyiksa atau pergi meninggalkan anak.
Sejumlah peneliti berkesimpulan bahwa semua bayi terikat pada ibunya dalam tahun pertama. Akan tetapi kualitas ikatan tersebut berbeda-beda, sesuai dengan tingkat respon ibu terhadap kebutuhan mereka. Ainswoth (1979) membedakan keterikatan bayi atas dua bentuk, yaitu keterikatan yang aman (secure attachment) dan keterikatan yang tidak aman (insecure attachment).
PERKEMBANGAN RASA PERCAYA
Menurut Erik Erikson (1968), pada tahun pertama (bayi usia 1-2 bulan) kehidupan ditandai dengan adanya tahap perkembangan rasa percaya dan rasa tidak percaya. Erikson meyakini bayi dapat mempelajari rasa percaya apabila mereka diasuh dengan cara yang konsisten. Rasa tidak percaya dapat muncul apabila bayi tidak mendapatkan perlakuan yang baik. Gagasannya tersebut banyak persamaanya dengan konsep Ainsworth tentang keterikatan yang aman ( secure attachment).
Rasa percaya dan tidak percaya tidak muncul hanya pada tahun pertama kehidupan saja. Tetapi rasa tersebut muncul lagi pada tahap perkembangan selanjutnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat anak-anak memasuki sekolah dengan rasa percaya dan tidak percaya dapat mempercayai guru tertentu yang banyak memberikan waktu baginya sehingga membuatnya sebagai orang yang dapat dipercayai. Pada kesempatan kedua ini , anak mengatasi rasa tidak percaya sebalumnya. Sebaliknya, anak-anak yang meninggalkan masa bayi dengan rasa percaya pasti pada tahap selanjutnya masih dapat memiliki rasa tidak percaya, yang mungkin terjadi karena adanya konflik atau perceraian kedua orang tua nya. Erikson menekankan bahwa tahun kedua kehidupan ditandai oleh tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu.
Ketika bayi baru lahir, maka dapat tahapan sampai bayi berusia dua bulan sebagai berikut:
Bayi 0-1 bulan
Kelekatan hanya bisa tercipta jikalau orang tua mengenal bayi dan mengurus sendiri bayi sejak awalnya. Jika orang tua sedang menantikan kelahiran bayi pertama, lebih baik untuk memilih lahir normal (jika memungkinkan). Sekalipun kedengarannya lebih mengerikan dibandingkan dengan operasi, kelahiran normal memberikan memory tersendiri antara anda-suami-anak. Memory itu dapat mempererat hubungan orang tua. Dalam tahap ini, orang tua utamanya ibu lebih baik memilih tidur sekamar dengan bayi. Keberadaan ayah di tengah malam juga sangat menolong. (bread feeding father)
Bayi 1-2 bulan
Sekitar usia 6 minggu, sistem penglihatan bayi sudah mulai berkembang. Pada level ini, bayi mulai memasuki level interaksi sosialnya. Ia mulai menatap wajah ibu dan mulai membesarkan matanya. Pada saat inilah untuk pertama kalinya ibu merasa si bayi memandangi wajahnya dan mulai berinteraksi lebih hangat lagi dengan si bayi.
Bagi orang tua hendaknya memberikan mainan yang berbunyi di dekat mata bayi dan gerakan dari kiri ke kanan dan sebaliknya, jauh - dekat, dan sebaliknya. Hal ini dapat melatih penglihatan bayi. Pada waktu usia 2 bulan, orang tua akan menemukan bayi tersenyum manis didepannya. Bukan lagi senyum refleks pada saat tidur, tapi senyum yang memancing respond anda untuk membuatnya tersenyum lebih lebar. Pada saat inilah orang tua mengetahui bahwa tiba saatnya perannya dibutuhkan untuk mulai pendidikan sosial bagi bayi. Sekalipun pada usia ini senyumannya belum terarah kepada orang tertentu (karena keterbatasan penglihatan), stimulasi orang tua sangatlah dibutuhkan. Pada saat bayi tersenyum, orang tua hendaknya memberikan respon dengan mengajak berbicara, tersenyum kembali, atau menggelitik dagunya. Bayi akan tersenyum kembali, kadang lebih lebar atau bahkan tertawa dan mengeluarkan suara. Respon bayi ini akan mendorong orang tua untuk memberikan stimulasi kembali. Maka terjadilah interaksi atau komunikasi yang sederhana antara bayi dengan orang tua. Diketemukan bahwa interaksi seperti ini mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak. Anak-anak yang mencapai nilai tinggi dalam test intelegensi telah mendapatkan stimulasi yang baik dari orang tua ketika mereka masih bayi: orang tua mengajak berbicara, tersenyum, bermain, mendengarkan, meniru, dan memberikan respon yang konstan kepada senyuman bayi.
Pada usia 2 bulan bayi akan menggapaikan tangannya di hadapan mukanya. Pada saat seperti itu orang tua dapat membiarkannya sendiri di baby box dan pergi mengerjakan hal-hal lain.
PERKEMBANGAN OTONOMI
Menurut Chaplin (2002)
Otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai, dan menentukan dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Seifert dan Hoffnung (1994)
The ability to govern and regulate one’s own thoughts, feeling, and action freely and responsibly while overcoming feelings of shame and doubt. (Kemampuan untuk memerintah dan mengatur pikiran sendiri, perasaan, dan tindakan bebas dan bertanggung jawab sementara mengatasi perasaan malu dan ragu.red)
Menurut Erikson
Otonomi (Kemandirian) merupakan tahap kedua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan baru berjalan.
Otonomi dibangun diatas perkembangan kemampuan mental dan kemampuan motorik. Pada tahap ini bayi tidak hanya dapat berjalan tetapi mereka juga dapat memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, menolak dan menarik, memegang dan melepas. Bayi merasa bangga dengan prestasi ini dan ingin melakukannya dengan sendiri. Penting bagi orang tua untuk mengenal motivasi balita berjalan untuk melakukan apa yang dapat mereka lakuan sesuai dengan kemampuan. Mereka dapat belajar mengendalikan otot dan dorongan keinginan mereka sendiri. Dengan demikian, setelah memperoleh kepercayaan bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri dan menyatakan rasa mandiri (otonomi).
Dalam tahap ini, orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar dapat melatih kemampuan, sebaliknya jika orang tua cenderung menuntut terlalu banyak atau membatasi untuk menyelidiki lingkungan, maka anak akan mengembangkan rasa malu dan ragu tentang kemampuan mereka untuk mengendalikan diri sendiri dan dunia mereka.
Erikson yakin bahwa tahap Otonomi versus rasa malu dan ragu memiliki implikasi yang penting bagi perkembangan kemandirian dan identitas selama masa remaja. Perkembangan otonomi selama tahun balita memberi remaja dorongan untuk menjadi individu yang mandiri, yang dapat memiliki dan menentukan masa depan mereka sendiri.
PENGASUHAN OLEH AYAH
Pengamatan yang diadakan Parke dan Sawin (1980) menunjukan bahwa seorang ayah mampu untuk bertindak responsif terhadap bayinya. Seorang laki-laki dewasa secara kompeten dapat mengasuh bayi dengan aktif, berinteraksi dengan baik, dan juga sabar.
Berbeda dari interaksi bayi dengan ibu yang biasanya berada dalam lingkup pengasuhan (mengganti popok dan memberi makan), interaksi bayi dengan ayah cenderung berada dalam lingkup aktivitas permainan fisik (melambungkan bayi dan menggelitik).
Michael Lamb mengadakan investigasi (1977) yang membuktikan bahwa bayi, terutama yang sedang dalam keadaan stres, cenderung memperlihatkan keterikatan yang kuat dengan ibu mereka.
TEMPAT PENGASUHAN ANAK (DAY CARE)
Day Care atau tempat pengasuhan anak, merupakan sebuah tempat dimana bayi dan balita diasuh sementara di sebuah tempat manakala kedua orang tuanya bekerja atau tidak bisa mengasuhnya sendiri. Banyak pro—kontra atas kehadiran Day Care yang berfungsi untuk mengasuh anak sementara waktu.
Menurut Jay Belsky (1989), pada umumnya Day Care itu berkualitas buruk dan memberikan perkembangan negatif pada anak, seperti yang sering terjadi pada anak Amerika Serikat yang memiliki pengalaman yang ekstensif selama setahun pertama kehidupannya yang menunjukan adanya keterikatan yang tidak aman, meningkatnya agresi, ketidakpatuhan, dan kemungkinan penarikan diri secara sosial ketika sang anak memasuki usia pra sekolah dan awal masa sekolah.
Kesimpulan kontroversional dari Belsky menarik para peneliti lainnya seperti Andersson (1992), serta Broberg, Hwang, dan Chase (1993) untuk menetang pendapatnya yang menganggap Day Care akan berdampak buruk pada anak. Meski begitu, Belsky tetap didukung oleh studi yang dilakukan oleh Vandell dan Corasaniti (1988).
Karena adanya beragam pro—kontra yang terjadi, maka Jerome Kagan, Kearsley, dan Zelazo (1978) mengadakan program percontohan yaitu dengan membangun sebuah Day Care yang terdiri dari seorang dokter anak, seorang direktur pengelola, dan disertai setiap pengasuh yang maksimal menjaga tiga bayi, tak ketinggalan pula ada beberapa asisten pengasuh.
Edward Zigler (1987) pun memberi solusi yang berisi tentang sekolah yang bukan sekedar sebuah lembaga, melainkan tempat dimana terjadi kegiatan belajar-mengajar dan juga menjadi tempat pengasuhan dan pengawasan anak yang kompeten.
III. KESIMPULAN
Dalam perkembangan sosio-emosi pada masa bayi, memiliki hubungan dengan perihal keterikatan (attachment), otonomi bayi, perkembangan psikososial, temperamen, perkembangan rasa percaya, peran ayah sebagai pengasuh anak, tempat pengasuhan anak (day care), dan emosi
Perkembangan sosio-emosi pada bayi menjadi hal penting yang banyak dikaji. Karena beragam hal yang dialami pada masa bayi akan membentuk pola perilaku tertentu dengan efek psikologis tertentu. Perkembangan yang terjadi pada masa bayi mempengaruhi pola perkembangan di tahap berikutnya. Untuk itu hendaklah orang tua yang memiliki bayi, memperhatikan setiap kejadian yang tengah terjadi pada masa tumbuh kembang bayi supaya bayi dapat berkembang menjadi orang yang diharapkan oleh orang tua kelak
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi I, edisi kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak I, edisi keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Santrock, John W. 1983. Life—Span Development : Perkembangan Masa Hidup I, edisi kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar