by Retno Purwandari,
S.Kep,Ns-PSIK UNEJ
PENDAHULUAN
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus
dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit yang fatal. Sebagian kematian
disebabkan oleh bunuh diri dengan mengkonsumsi obat secara overdosis oleh
remaja maupun orang dewasa. Kematian pada anak akibat mengkonsumsi obat atau
produk rumah tangga yang toksik telah berkurang secara nyata dalam 20 tahun
terakhir, sebagai hasil dari kemasan yang aman dan pendidikan yang efektif
untuk pencegahan keracunan.
Keracunan
tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang cepat dan
perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-hati pada
korban yang keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.
DEFINISI DAN ISTILAH DALAM TOKSIKOLOGI
Toksikologi merupakan ilmu
yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai bahan kimia dan fisik pada
semua sistem kehidupan. Dalam istilah kedokteran, toksikologi didefinisikan
sebagai efek merugikan pada manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur
kimia lain serta penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan
penggunaan obat dan bahan kimia tersebut. Toksikologi sendiri berhubungan
dengan farmakologi, karena perbedaan fundamental hanya terletak pada penggunaan
dosis yang besar dalam eksperimen toksikologi. Setiap zat kimia pada dasarnya
adalah racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara
pemberian. Salah satu pernyataan
Paracelsus menyebutkan “semua substansi
adalah racun; tiada yang bukan racun. Dosis
yang tepat membedakan racun dari obat”. Pada tahun 1564 Paracelsus telah
meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis
menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Pernyataan Paracelcus tersebut sampai
saat ini masih relevan. Sekarang dikenal banyak faktor yang menyebabkan
keracunan, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang paling penting.
Toksisitas merupakan istilah
dalam toksikologi yang didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk
menyebabkan kerusakan/injuri. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif,
terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang
terabsopsi. Sedangkan istilah bahaya (hazard)
adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi atau tempat tertentu;
kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi pertimbangan utama. Untuk
menentukan bahaya, perlu diketahui dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur
dan besar paparan yang diterima individu.
Manusia dapat dengan aman menggunakan unsur berpotensi toksik jika
menaati kondisi yang dibuat guna meminimalkan absopsi unsur tersebut. Risiko
didefinisikan sebagai kekerapan kejadian yang diprediksi dari suatu efek yang
tidak diinginkan akibat paparan berbagai bahan kimia atau fisik.
Istilah toksikokinetik merujuk
pada absopsi, distribusi, ekskresi dan metabolisme toksin, dosis toksin dari
bahan terapeutik dan berbagai metabolitnya. Sedangkan istilah toksikodinamik
digunakan untuk merujuk berbagai efek kerusakan unsur tersebut pada fungsi
fital.
ETIOLOGI
Pada
dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan berbagai
macam obat dan zat kimia, karena praktis setiap zat kimia mungkin menjadi
penyebabnya. Secara ringkas klasifikasi keracunan sebagai berikut:
- Menurut cara terjadinya
- Self poisoning
Pada keadaan ini pasien makan
obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak
membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian dalam
penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba menggunakan
obat, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
- Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang
ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh
kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.
- Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan
suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak
terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala benda
ke dalam mulut.
- Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat
tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.
- Menurut waktu terjadinya keracunan
- Keracunan kronis
Diagnosis keracunan ini sulit
dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah pajanan. Gejala dapat
timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatif
kecil.
- Keracunan akut
Keracunan jenis ini lebih
mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah makan atau
terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak
orang (misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau
bahkan seluruh warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala
hampir sama dengan sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya
kemungkinan keracunan pada sakit mendadak.
- Menurut alat tubuh yang terkena
Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada
SSP, racun jantung, racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung dipengaruhi oleh banyak
obat, sebaliknya jarang terdapat obat yang mempengaruhi /mengenai satu organ
saja.
- Menurut jenis bahan kimia
- Alkohol
- Fenol
- Logam berat
- Organofosfor
Pengklasifikasian
bahan toksik yang menjadi penyebab keracunan adalah sebagai berikut:
- Menurut keadaan fisik :
gas, cair, debu
- Menurut
ketentuan label : eksplosif,
mudah terbakar, oksidizer
- Menurut
struktur kimiawi : aromatik,
halogenated, hidrokarbon, nitrosamin
- Menurut
potensi toksik : super
toksik, sangat toksik sekali, sangat toksik, toksik, agak toksik
METODE KONTAK DENGAN RACUN
Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh berbeda
menurut situasi paparan. Metode
kontak dengan racun melalui cara berikut:
- Tertelan
Efeknya bisa lokal pada
saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh kasus: overdosis obat,
pestisida
- Topikal (melalui kulit)
Efeknya iritasi lokal, tapi
bisa berakibat keracunan sistemik. Kasus ini biasanya terjadi di tempat
industri. Contoh: soda kaustik, pestida organofosfat
- Topikal (melalui mata)
Efek spesifiknya pada mata dan
bisa menyebabkan iritasi lokal. Contoh : asam dan basa, atropin
- Inhalasi
Iritasi pada saluran nafas
atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi dan keracunan sistemik. Keracunan
melalui inhalasi juga banyak terjadi di tempat-tempat industri. Contoh : atropin, gas klorin, CO
(karbon monoksida)
- Injeksi
Efek sistemik, iritasi lokal
dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke dalam tubuh bisa melalui intravena,
intramuskular, intrakutan maupun intradermal.
EFEK TOKSIK
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia
merupakan bagian penting dalam toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru
akan digunakan harus diuji toksisitas dan keamanannya. Seabelum suatu obat dapat digunakan untuk
indikasi tertentu, harus diketahui dulu efek apa yang akan terjadi terhadap
semua organ tubuh yang sehat. Jarang obat yang hanya mempunyai satu jenis efek,
hampir semua obat mempunyai efek tambahan dan mampu mempengaruhi berbagai macam
organ dan fungsi fital. Efek yang menonjol, biasanya merupakan pegangan dalam
menentukan penggunaan, sedangkan perubahan lain merupakan efek samping yang
bahkan bisa menyebabkan toksik. Biasanya reaksi toksik merupakan kelanjutan
dari efek farmakodinamik. Karena itu,
gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang berlebihan.
Reaksi
toksik berbeda secara kualitatif, tergantung durasi paparan. Paparan tunggal atau
paparan berulang yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut paparan akut.
Paparan yang terjadi kurang dari 14 hari merupakan paparan sub-akut. Paparan
sub-kronis bila terpapar selama 3 bulan dan disebut paparan kronis bila
terpapar secara terus-menerus selama lebih dari 90 hari. Efek toksik pada
paparan kronis dapat tidak dikenali sampai setelah paparan terjadi berulang
kali.
Kemunculan
efek toksik sesudah paparan akut dapat terjadi secara cepat maupun terjadi
setelah interval tertentu. Efek yang seperti ini disebut sebagai delayed toxicity (toksisitas tertunda).
Adapun efek berbahaya yang timbul akibat kontak dengan konsentrasi rendah bahan
kimia dalam jangka waktu lama disebut low
level, long term-exposure (paparan jangka lama, tingkat rendah). Efek berbahaya, baik akibat paparan akut
maupun kronis, dapat bersifat reversibel maupun ireversibel. Riversibilitas
relatif efek toksik tergantung daya sembuh organ yang terkena.
Manusia
bisa melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia berbeda secara bersamaan
ataupun sekuensial. Efek biologis akibat paparan campuran beberapa bahan dapat
digolongkan sebagai adiktif, sinergitik, potensiasi, antagonistik dan
toleransi. Pada potensiasi, satu dari dua bahan tidak
menimbulkan toksik, namun ketika terjadi paparan kedua bahan tersebut, efek
toksik dari bahan yang aktif akan meningkat. Kondisi sinergistik dua bahan yang
mempunyai sifat toksik sama atau salah satu bahan memperkuat bahan yang lain,
maka efek toksik yang dihasilkan lebih bahaya. Antagonistik merupakan dua bahan
toksik yang mempunyai kerja berlawanan, toksik yang dihasilkan rendah/ringan.
Toleransi merupakan keadaan yang ditandai oleh menurunnya reaksi terhadap efek
toksik suatu bahan kimia tertentu.
Biasanya efek toksik campuran bahan kimia bersifat aditif.
INDEK TERAPEUTIK
Indek
terapeutik adalah rasio antara dosis toksik dan dosis efektif. Indek ini
menggambarkan keamanan relatif sebuah obat pada pengunaan biasa. Indeks terapeutik suatu dosis diperlukan,
karena terapi yang dijalankan dapat menimbulkan efek. Diperkirakan sebagai
rasio LD 50 (dosis letal pada 50 % kasus) terhadap ED 50 (dosis efektif pada
50% kasus). Dalam praktik, sebuah substansi dikatakan memiliki indeks
terapeutik “tinggi” atau “rendah”. Penggunaan terapi obat sebaiknya mempunyai
ED yang lebih besar daripada LD. Obat yang mempunyai indek terapeutik lebar
biasanya tidak memerlukan pemantauan obat terapeutik. Pemantauan obat
terapeutik biasanya dilakukan pada obat yang mempunyai indek terapeutik sempit.
Tujuan dari pemantauan obat terapeutik adalah:
- Mengevaluasi
kepatuhan klien terhadap terapi yang diberikan
- Untuk
mengetahui apakah obat lain sudah mengubah konsentrasi obat
- Untuk
menentukan respon tidak efektif terhadap obat tertentu
- Untuk
menentukan kadar obat dalam serum apabila dosis obat diubah.
Setiap
zat kimia, bila diberikan dengan dosis yang cukup besar akan menimbulkan
gejala-gejala toksis. Gejala-gejala ini pertama-tama harus ditentukan pada
hewan coba melalui penelitian toksisitas
akut dan subkronik. Penelitian toksisitas akut diutamakan untuk mencari efek
toksik, sedangkan penelitian toksisitas kronik untuk menguji keamanan
obat. Penilaian keamanan obat
dapat dilalukan melalui tahapan berikut:
- Menentukan LD 50
- Melakukan
percobaan toksisitas akut dan kronik untuk menentukan no effect level
- Melakukan
percobaan karsinogenisitas, teratogenesis dan mutagenisitas.
PENATALAKSANAAN DAN IMPLIKASI KEPERAWATAN
Orang
sering menghubungkan racun dengan antidotnya, padahal sebenarnya hanya ada
sedikit antidot spesifik. Penanganan yang tepat dan hati-hati akan mencegah kondisi
korban menjadi lebih fatal. Seorang perawat dalam menangani kasus keracunan ini
bisa berperan dalam proses pengkajian, perencanaan, implementasi sampai
evaluasi. Pada pengelolaan pasien keracunan yang paling penting adalah
penilaian klinis, meskipun sebab keracunan belum diketahui. Hal ini disebabkan
karena pengobatan simtomatis sudah dapat dilakukan terhadap gejala-gejalanya.
Diantaranya yang sangat penting pada permulaan keracunan adalah penilaian
kesadaran dan respirasi. Kesadaran merupakan petunjuk penting tentang beratnya
keracunan. Tingkat kesadaran dalam toksikologi dapat dibagi menjadi 4 tingkat,
yaitu:
- Tingkat I
: penderita ngantuk tapi mudah diajak bicara
- Tingkat
II : penderita dalam keadaaan
sopor, dapat dibangunkan dengan rangsang minimal, misalnya bicara
keras-keras atau menggoyang lengan
- Tingkat
III : penderita dalam
keadaan soporokoma, hanya dapat
bereaksi dengan rangsang maksimal, yaitu dengan menggosok sternum dengan
kepalan tangan.
- Tingkat
IV : penderita dalam keadaan
koma, tidak ada reaksi sedikitpun terhadap rangsang maksimal.
Rencana tindakan untuk pasien keracunan meliputi:
- Stabilisasi
Perawatan pasien keracunan
diarahkan untuk stabilisasi masalah-masalah mendesak jalan nafas yang mengancam
hidup, pernafasan dan sirkulasi. Langkah-langkah stabilisasi adalah
sebagai berikut:
- Kaji dan tangani jalan nafas
- Kaji dan
kontrol perdarahan. Cegah dan tangani syok dengan pemberian produk darah
jika perlu.
- Kaji
terhadap adanya cidera yang berkaitan dengan proses penyakit lain
- Kaji,
tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit.
- Kaji status jantung
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada
wilayah-wilayah yang mungkin memberi petunjuk ke arah diagnosis toksikologi, meliputi:
1.
Tanda-tanda vital
Evaluasi yang teliti terhadap
tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan
tingkat kesadaran.
2.
Mata
Mata merupakan sumber
informasi yang penting untuk toksikologis, karena beberapa kasus toksikologis
menyebabkan perubahan pada mata. Tetapi dalam menentukan prognosis keracunan
gejala ini tidak bisa dijadikan pegangan.
3.
Mulut
Mulut mungkin menunjukkan
tanda-tanda terbakar yang disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin
menunjukkan bekas tertentu yang menjadi cirikas dari suatu bahan toksik.
4.
Kulit
Kulit sering menunjukkan
adanya kemerahan atau keluar keringat yang berlebihan.
5.
Abdomen
Pemeriksaan abdomen bisa menunjukkan adanya ileus, bising usus yang
hiperaktif, dan kejang abdomen. Perubahan bising usus biasanya menyertai
perubahan tingkat kesadaran. Pada
kesadaran tingkat III biasanya bising usus negatif, dan pada tingkat IV selalu
negatif, sehingga pemeriksaan ini bisa dipakai untuk mencocokkan tingkat
kesadaran, misalnya pada orang yang bersimulasi.
6.
Sistem saraf
Seizure fokal atau
defisit motorik menunjukkan adanya lesi struktural daripada toksik atau
ensefalopati metabolik.
Pada
intinya penanganan awal pada kasus keracunan adalah menangani masalah ABC,
bukan mencari penyebab keracunannya apa, baru setelah kondisi stabil dicari
penyebab keracunan.
- Riwayat umum
Setelah pasien berhasil
distabilkan, upaya-upaya untuk mendapatkan riwayat pemajanan bisa dilakukan.
Riwayat tersebut bisa diperoleh dari pasien sendiri, angota keluarga,
teman-teman, para penyelamat dan saksi.
Hal terpenting adalah mengidentifikasi bahan toksik, jumlah dan waktu
pemajanan, alergi atau penyakit yang mendasari, dan apakah tindakan pertolongan
pertama yang telah dilakukan.
- Identifikasi keberadaan sindrom toksik
Adanya sindrom toksik dapat
membantu menegakkan diagnosa banding dengan mengusulkan berdasarkan kelas dari
racun yang mungkin mengenai korban. Lima sindrom toksik yang sering
muncul adalah sebagai berikut:
- Kolinergik
Gejala : tanda vital
menurun, salivasi berlebihan, lakrimasi, urinasi, emesis dan diaforesis,
depresi sistem saraf, bradikardi, kejang.
Penyebab :
insektisida organofosfat dan karbamat, beberapa jamur
- Opiat/hipnotik sedatif
Gejala : TTV menurun,
koma, depresi pernafasan, miosis, hipotensi, bradikardi, penurunan bising usus,
edema pulmonal.
Penyebab : narkotik,
benzodiazepam, barbiturat, etanol, klonidin
- Antikolinergik
Gejala : delirium, kering,
ruam kulit, pupil melebar, suhu tinggi, retensi urine, bising usus menurun,
takikardi, kejang
Penyebab ;
antihistamin, atropin, agen antidepresan, beberapa tanaman jamur
- Simpatomimetik
Gejala : delusi,
paranoia, takikardia, hipertensi, midriasis, kejang
Penyebab : kokain,
teofilin, kafein, amfetamin, fenipropanolamin
- Gejala putus obat
Gejala : diare,
midriasis, takikardia, halusinasi, kram
Penyebab : alkohol,
barbiturat, narkotik, benzodiazepin
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus keracunan dapat dilakukan
melalui dua pendekatan, yaitu:
- Penatalaksanaan umum
- Penatalaksanaan tingkat lanjut
Penatalakasanaan umum
Langkah ini termasuk tindakan
pertolongan pertama yang diberikan untuk mencegah absopsi agen dan jika
memungkinkan untuk menyingkirkan pemajanan berlanjut atau berulang.
Properti fisiokimia obat atau toksik, banyaknya,
dan waktu pemajanan dapat menentukan tipe dan beratnya dekontaminasi.
Dekontaminasi melibatkan pengeluaran toksik dari kulit, saluran cerna,
inhalasi, dan okular.
- Pemajanan okuler
Dalam kasus ini ,
dekontaminasi dicapai dengan pengaliran
air suam-suam kuku atau normal saline segera setelah pemajanan. Menggunakan
gelas besar atau mandi pancur bertekanan rendah, mata akan terus-menerus
tergenangi selama 15 sampai 30 menit sambil mengedip mata, memejam dan membuka
mata. Jika gejala dari iritasi okuler belum mereda setelah dilakukan
dekontaminasi, maka diperlukan pemeriksaan mata lanjutan.
- Pemajanan dermal
Setelah melepas pakaian yang terkontaminasi, dekontaminasi kulit
dilakukan dengan merendam kulit dalam air suam-suam kuku selama 15 sampai 30
menit dan kemudian secara lembut mulai membersihkan bagian yang terkontaminasi
dengan air dan sabun, membilas dengan menyeluruh. Kasus penyerapan toksin
secara dermal, pemberi perawatan kesehatan dapat berisiko terhadap toksisitas
jika terjadi kontaminasi dermal sementara membantu korban untuk dekontaminasi.
Netralisasi asam basa pada kulit dianjurkan untuk pemberi perawatan.
- Pemajanan inhalasi
Langkah pertama yang dilakukan adalah memindahkan korban ke tempat yang
udaranya segar sambil memastikan bahwa penolong tidak terpajan toksik yang
menyebar di udara. Jalan nafas yang
paten harus dibuat dan status pernafaasan dikaji. Pernafasan buatan
diperlukan jika korban tidak bernafas spontan.
- Ingesti
Dilusi dengan susu dan air
dilakukan pada menelan iritan atau
kaustik. Pada orang dewasa dapat didilusi dengan satu gelas susu atau air,
sedangkan pada anak-anak dapat diberikan 2 sampai 8 ons cairan, berdasarkan
pada ukurannya.
Penatalaksaanaan Tingkat Lanjut
Langkah ini mengacu pada modalitas tindakan yang
khusus, yang dapat mencakup langkah-langkah pencegahan lebih lanjut terhadap
absorpsi, peningkatan eliminasi, pemantauan pasien, pemberian antidotum, dan
perawatan simtomatik dan suportif. Cara ini meliputi:
- Emetik
Merupakan tindakan
mengeluarkan kembali obat atau toksik yang tertelan dengan merangsang muntah.
Pada umumnya tindakan ini dilakukan dalam 4 jam setelah kejadian, lebih cepat
lebih baik. Muntah yang ditimbulkan tidak akan mengosongkan lambung seluruhnya,
hanya sekitar 30 % isi lambung yang dapat dikeluarkan. Biasanya emetik yang
digunakan adalah sirup ipecac. Sirup ini harus diberikan sesegera mungkin
setelah ingesti (dalam 30 menit) dan diikuti dengan air dan meningkatkan
aktivitas fisik pasien. Jika dosis awal gagal untuk mendapatkan hasil dalam
waktu 20 sampai 30 menit, dapat diulang satu kali dengan dosis sama. Apabila
emesis sudah selesai, tunda makan minum selama satu sampai dua jam untuk
menenangkan lambung.
Kontraindikasi untuk tindakan emesis:
- Depresi status mental
- Tidak ada reflek muntah
- Kejang
- Ingesti agen yang dapat menimbulkan serangan
depresi pada SSP
- Agen kaustik
yang tertelan telah dicerna
- Setelah menelan substansi korosif
- Setelah minum turunan petrolium
- Lavage lambung
Merupakan metode alternatif yang umum untuk pengosongan lambung, dimana
cairan seperti normal saline dimasukkan ke dalam lambung melalui orogastrik
atau nasogastrik dengan diameter besar dan kemudian dibuang dalam upaya untuk
membuang bagian agen yang mengandung toksik.
Indikasi lavage lambung adalah:
1.
Depresi status mental
2.
Tidak ada reflek muntah
3.
Gagal dengan terapi emesis
4.
Pasien dalam keadaan sadar
Kontraindikasi lavage lambung:
1.
Ingesti kaustik
2.
Kejang yang tidak terkontrol
Untuk tindakan ini pasien
dibaringkan dalam posisi dekubitus lateral sebelah kiri, dengan bagian kepala
lebih rendah daripada kaki. Masukkan cairan 150 sampai 200 ml air atau saline
(pada anak 50 sampai 100 ml) ke dalam lambung. Prosedur ini diulang sampai
keluar cairan yang jernih atau sedikitnya menggunakan 2 liter air. Intubasi
nasotrakeal atau endotrakeal diperlukan untuk melindungi jalan udara. Prosedur
ini dilakukan 4 jam setelah obat ditelan.
Komplikasi lavage lambung:
1.
Perforasi esofagus
2.
Aspirasi pulmonal
3.
Ketidakseimbangan elektrolit
4.
Tensi pneumothorak
5. Hipotermia pada anak-anak bila menggunakan
lavage yang dingin
- Adsorben
Adsorben merupakan bahan padat
yang mempunyai kemampuan menarik dan menahan pada permukaannya bahan lainnya.
Pasien diberi karbon aktif yang berupa bubur ditambah air, yang komposisinya
terdiri atas karbon aktif 1 bagian dengan 8 bagian air (1:8) sampai 1:10.
karena ikatan karbon-toksik lemah, maka harus segera dikeluarkan dari saluran
cerna dengan menggunakan laksatif. Penggunaan adsorben harus hati-hati pada
pasien dengan bising usus rendah, dan menjadi kontraindikasi untuk pasien
dengan gangguan usus.
- Katartik
Pemberian agen katartik dapat
mempercepat eliminasi toksin dari saluran cerna dan mengurangi absorpsi.
Katartik diberikan per oral atau dengan selang nasogastrik pada semua kasus
keracunan di mana arang obat dianjurkan, kecuali pada anak kecil. Pada
anak-anak kurang dari 1 tahun, katartik tidak diberikan untuk menghindari
dehidrasi.
- Peningkatan eliminasi
Setelah prosedur diagnostik
dan dekontaminasi serta pemberian antidot dilakukan dengan tepat, penting untuk
mempertimbangkan langkah peningkatan eliminasi, seperti diuresis paksa,
dialisis atau tranfusi tukar.
Diuresis paksa adalah
tindakan memberi caairan parenteral dalam jumlah besar (0,5-1,5 liter sejam)
untuk mempercepat ekskresi obat melalui ginjal. Syarat diuresis paksa
adalah sebagai berikut:
1.
Keracunan harus berat
2.
Obat harus larut dalam air
3.
Berat molekul obat kecil
4. Obat tidak diikat oleh protein maupun
lemak
5. Obat tidak dikumulasi dalam suatu rongga
atau organ tubuh
6. Obat tidak diekskresi lebih cepat melalui
jalan lain, misal paru atau usus.
Tindakan ini mudah dilakukan
tetapi mengandung bahaya yang tidak boleh diabaikan karena itu hanya dilakukan
bila ada indikasi yang baik dan memenuhi syarat-syaratnya. Kontraindikasi
untuk diuresis paksa adalah:
1.
Gagal jantung
2.
Insufisiensi ginjal
3.
Syok
Semula diuresis paksa sangat
populer, tetapi karena tidak terbukti manfaatnya, cara ini jarang digunakan,
karena bisa mengakibatkan ketidaknormalan elektrolit.
Hemodialisis
merupakan proses perubahan komposisi terlarut darah dengan difusi menembus
dinding semipermiabel antara darah dan larutan garam. Metode ini digunakan bila
metode konservatif tidak berhasil. Sedangkan hemoperfusi adalah metode pembuangan obat dan toksin dari darah,
dengan memompakan darah melewati bahan
adsorben dan kemudian disirkulasikan kembali ke dalam tubuh pasien.
Antikoagulasi seperti heparin diperlukan untuk mencegah pembekuan darah. Tranfusi tukar merupakan pembuangan bagian darah pasien dan
menggantikan dengan darah lengkap yang segar,
cara terakhir ini sangat jarang dilakukan.
Pemantauan Pasien Keracunan
Pasien yang keracunan akan memerlukan pemantauan
kontinue selama berjam-jam atau berhari-hari setelah pemajanan. Peralatan
diagnostik serta tanda-tanda gejala akan memberikan informasi tentang
perkembangan pasien dan arah pengobatan serta penatalaksanaan keperawatan. Poemantauan
toksikologi meliputi:
- Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan
bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan penundaan disritmia atau konduksi.
- Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan
adanya aspirasi dan edema pulmonal.
- Analisa Gas
Darah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk natrium, kalium,
klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak adequat juga
sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan
status mental.
- Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek
nefrotoksik secara lengsung.
- Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam
mendiagnosis pasien yang keracunan. Skrin negatif tidak berarti bahwa pasien
tidak keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada. Adalah
penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di
dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.
BEBERAPA CONTOH ANTIDOTUM
Antidotum merupakan ramuan/obat untuk melawan atau
menawarkan kerja racun. Berikut ini adalah contoh beberapa antidotum
yang ada:
TOKSIN
|
ANTIDOTUM
|
Opiat
Metanol, etilen glikol
Antikolinergik
Organofosfat/insektisida karbamat
Beta bloker
Digitalis, glikosida
Benzodiazepin
Karbon monoksida
Nitrit
Asetaminofen
Cianida
Penghambat saluran kalsium
|
Nalokson
Etanol
Fisostigmin
Atropin, piridoksin
Glukagon
Digoksin-fragmen antibodi tertentu
Flumazenil
Oksigen
Metilen biru
N-asetilsistein
Amil nitrit
Natrium nitrit
Natrium tiosulfat
Kalsium
glukonat
|
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S.G.,dkk. 1998. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI
Hayes, E.R.,
et.al. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Vol.2. Jakarta: EGC
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi: Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika
Tambayong, J. 2002. Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
sudah tidak wajaar bisa sampai over dosis
BalasHapusHalo pemirsa di seluruh dunia, sakit, dan
BalasHapusPenyakit bukanlah hal baik yang hidup di manusia
tubuh. Virus seperti HIV / AIDS, HEPATITIS B,
KANKER, HSV, DIABITIS, FYBROID, SPERM RENDAH
COUNT, STD, dan banyak penyakit lainnya di bumi.
Jadi teman-teman saya jika Anda berhasil dengan semua ini
penyakit, email: DR.IKHUORIA@gmail
.com juga Whats-app Dr IKHUORIA di
+2348104857337 semoga berhasil