NEUROPSIKOLOGI - ALZHEIMER
Dosen pembimbing: Tristiadi Ardi Ardani, M.Si
Fitria Alfi Rufaida
Iftitah Intikhobah
Lailatul Fitriah
Abdullah Kafabi
Sadid Al Muqim
BAB I
pendahuluan
Bismillahirrahmanirrahim. Ribuan puji kami sembahkan kepada Allah SWT. yang menciptakan akal untuk berpikir dan hati untuk merasa. Lantunan sholawat kami berikan kepada junjungan nabi agung Muhammad SAW. revolusionis dunia dengan ilmu pengetahuan.
Manusia diciptakan tanpa terdapat kejanggalan sedikit pun, dan itulah kesempurnan yang tidak bisa dielakkan lagi. Kesempurnaan tersebut lengkap dengan hati sebagai kontrol nafsu dan otak sebagai kontrol beberapa kebutuhan dan informasi yang didapatkan dari luar.
Hingga kemudian muncullah para ahli yang spesialis dalam pembahasannya, yang kemudian hal tersebut dipakai sebagai rujukan untuk menemukan ilmu baru atau bahkan pembanding teori sebelumnya. Tidak tertinggal juga pembahasan tentang daya pemikiran, dan yang lebih spesifik pada hal-hal urjen seperti halnya saraf sebagai pusat sistem yang ada dalam organisme.
Neurologi adalah cabang dari ilmu kedokteran yang menangani kelainan pada sistem saraf. Dokter yang mengkhususkan pada bidang neurologi disebut neurolog dan memiliki kemampuan untuk mendiagnosis, merawat, dan memanejemen pasien dan kelainan saraf. Kebanyakan para neurolog dilatih untuk menangani pasien dewasa. Untuk anak-anak dilakukan oleh neurolog pediatrik, yang merupakan cabang dari pediatri atau ilmu kesehatan anak. Di Indonesia, dokter dengan spesialisasi neurologi diberi gelar Sp.S. atau Spesialis Saraf.
Pemeriksaan
Selama pemeriksaan, neurolog meninjau riwayat kesehatan pasien dengan perhatian khusus pada kondisi saat ini. Pasien akan menjalani berbagai pemeriksaan klinis seperti pemeriksaan penglihatan, kekuatan, koordinasi, refleks, dan rangsangan. Informasi tersebut akan membantu neurolog untuk memastikan penyakit tersebut berhubungan pada sistem saraf. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan untuk mendiagnosis penyakit yang diderita pasien.
Tugas Klinis
Neurologi dan psikiatri
Walau penyakit jiwa diyakini terdapat kelainan pada sistem saraf, namun hal ini ditangani oleh psikater atau ahli penyakit jiwa. Terdapat indikasi kuat bahwa mekanisme neuro-kimiawi berperan penting dalam penyakit jiwa seperti skizofrenia. Kelainan saraf sering pula memiliki manifestasi penyakit jiwa seperti depresi pasca stroke, kepikunan yang dihubungkan pada penyakit Parkinson, disfungsi kognitif pada penderita penyakit Alzheimer.
Walaupun Alzheimer hanyalah salah satu dari sekian permasalahan Neorologi, namun kami ingin hal ini terungkap secara maksimal dan optimal.
Kemudian kami mencoba membahas tertang Neorologi, sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Psikologi Klinis Fakultas Psikologi. Saran dan kritik yang membangun sangat kami tunggu sebagai pelengkap proses kami menuju proses yang lebih mantap lagi. Selamat membaca dan terima kasih.
BAB II
KAJIAN TEORI
PENGERTIAN NEUROPSIKOLOGI
Neuropsikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara otak dan perilaku, disfungsi otak dan perilaku, dan melakukan assesmen dan treatment untuk perilaku dengan fungsi otak yang terganggu. Sedangkan asesmen neuropsikologis adalah sebuah metode untuk menggambarkan fungsi otak berdasarkan pada performance pasien melalui test-test yang distandarisasi, yang telah terbukti memiliki indicator akurat mengenai hubungan otak perilaku.
Dalam lima tahun terakhir, neuropsikologi berkembang pesat. Ini terlihat dari jumlah anggota asosiasi Neuropsikologi, program pelatihan, makalah-makalah yang dipublikasikan, dan posisi-posisi tugas berkaitan dengan Neuropsikologi di Amerika Serikat yang meningkat (Phares 1992).
Sebagai ilmu, Neuropsikologi dianggap sebagai salah satu bagian dari Biopsikologi. Bidang lain yang termasuk dalam biopsikologi antara lain; psikologi faal, psikofisiologi, dan psikologi perbandingan. Neuropsikologi adalah interface neurologi dan neurosains, yang dipacu oleh kemajuan yang sangat pesat dalam penelitian biokimia, ilmu faal, histologi susunan syaraf pusat. Neuropsikolog atau neurology berasumsi bahwa perilaku mausia, kepribadiannya, proses psikopatologi dan strategi kognitif diantarai (mediated) oleh otak (Carlson 1992). Neuropsikologi klinis yang bertujuan mendeteksi dan mendiagnosis proses neuropatologi, dan menjembatani gap antara dengan ilmu-ilmu perilaku. Neuropsikologi klinis melakukan evaluasi kekuatan dan kelemahan aspek kognitif, aspek psikologis, serta menentukan hubungannya dengan fungsi otak.
o Mambantu menegakkan peraturan dalam melakukan diagnosis tertentu
o Membuat prediksi mengenai prognosis maupun penyembuhannya
o Neurology meiliki peran utama dalam memberikan intervensi dan rehabilitasi.
OTAK : STRUKTUR, FUNGSI, DAN GANGGUAN
Bagan Skematis Pembagian Otak Manusia
| | | OTAK BESAR (SEREBRUM) |
| |||
| | | |
| | | OTAK TENGAH (MESSENSEFALON) |
| |||
| | | |
OTAK | | | OTAK KECIL (SEREBELUM) |
| | ||
| | | |
| | | SUMSUM SAMBUNG (MEDULLA OBLONGATA) |
| |||
| | | |
| | | JEMBATAN VAROL (PONS VAROLI) |
|
Berat otak kira-kira 2 % dari berat badan, tapi sekitar 18 % dari volume darah seluruhnya beredar dalam sirkulasi darah otak. Otak juga menggunakan sekitar 20 % dari oksigen yang dihirup melalui paru. Secara anatomi pada korteks selebri terdapat beberapa fisura dan sulkus yang memisahkan lobus-lobus frontalis, parietalis, temporalis dan oksipitalis. Lesi pada serebri dapat menimbulkan sindroma kortikal, lesi destruktif (paralitik) mengakibatkan defisit neurologik, sedang iritatif mengakibatkan fenomena positif.
Fungsi Otak :
§ Otak Besar (SEREBRUM)
Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktifitas mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensia), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar merupakan sumber dari semua kegiatan atau gerakan sadar atau sesuai dengan kehendak, walaupun ada juga beberapa gerakan refleks otak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar atau merespon rangsangan. Selain itu terdapat area asosiasi yang menghubungkan area motor dan sensorik. Area ini berperan dalam proses belajar, menyimpan ingatan, membuat kesimpulan, dan belajar berbagai bahasa. Di sekitar kedua area tersebut dalah bagian yang mengatur kegiatan psikologi yang lebih tinggi. Misalnya bagian depan merupakan pusat proses berfikir (yaitu mengingat, analisis, berbicara, kreatifitas) dan emosi. Pusat penglihatan terdapat di bagian belakang.
§ Otak Tengah (MESENSEFALON)
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipofisis yang mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal) otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur refleks mata seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat pendengaran.
§ Otak Kecil (SEREBELUM)
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar, keseimbangan, dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan.
§ Sumsum Sambung (MEDULLA OBLONGATA)
Sumsum sambung berfungsi menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak. Sumsum sambung juga mempengaruhi jembatan, refleks fisiologi seperti detak jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan, dan sekresi kelenjar pencernaan. Selain itu, sumsum sambung juga mengatur gerak refleks yang lain seperti bersin, batuk, dan berkedip.
§ Jembatan Varol (PONS VAROLI)
Jembatan varol berisi serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
Fungsi Lobus-Lobus Pada Otak Besar
Ada 4 macam lobus pada otak besar, yang masing-masing berfungsi sebagai:
1. Lobus Frontalis (ada pada bagian depan)
Ø Merupakan tempat berpikir (Intelektual)
Ø Untuk pembentukan konsep, daya meringkas, pengambilan keputusan
Ø Fungsinya berhubungan dengan semua gerak dan tingkah laku motorik atau aksi-aksi motor
Ø Bertanggung jawab terhadap semua rencana dan pelaksanaan gerak (mengolah, memproses, mempersiapkan, dan mengorganisasikan) yang berhubungan dengan aksi-aksi motorik secara sadar
Ø Sebagai pusat untuk mengendalikan kepribadian (personality) dan emosi tingkah laku (perilaku)
Ø Sebagai pikiran kreatif
Ø Sebagai pusat konsentrasi, perluasan pikiran (meningkatnya ) kedalaman dan keabstrakan berbagai pikiran, misalnya :
· merencanakan masa depan
· menunda tindakan sebagai respon terhadap isyarat sensoris dapat dipertimbangkan sampai respon yang terbaik diputuskan
· Mempertimbangkan akibat-akibat kegiatan motoris bahkan sebelum kegiatan ini dilakukan
· memecahkan masalah-masalah matematis, hokum/ filosofi yang rumit
· menghubungkan semua jalan informasi dlam mendiagnosis suatu masalah
· mengatur kegiatan seseorang sesuai dengan hukum moral
2. Lobus Oksipitalis
Ø Berperan utama dalam menerima informasi yang berasal dari semua yang dapat dilihat oleh mata
Ø Untuk memproses dan membuat persepsi terhadap semua informasi penglihatan dan kesadaran sensasi warna
Ø Untuk mengirim pesan ke mildbrain untuk membantu mengkoordinasikan dan mengontrol gerakan mata, mengatur lubang pupil dan kemampuan akomodasi
3. Lobus Parientalis (terbagi menjadi 2 bagian kana-kiri)
Ø Sebagai pusat kortex somasensoris dan berdekatan dengan kortex assosiasinya
Ø Untuk memproses dan membuat persepsi semua informasi yang berasal dari reseptor saraf sensori
Ø Selalu berhubungan dengan bagian otak depan untuk mengklarifikasi aksi-aksi motorik yang hendak diperbuatnya secara sadar
Ø Untuk membantu mengontrol dan mengendalikan gerakan yang lebih baik, cocok, pantas dan mengandung nilai-nilai seni serta karya yang memadai
Ø Memproses dan mengintegrasikan informasi sensori, misalnya : rasa nyeri, suhu, raba, dan tekan
4. Lobus Temporalis (ada dibagian atas telingan kanan-kiri)
Ø Sebagai fungsi pendengaran
Ø Untuk meproses dan mengadakan persepsi semua informasi yang didengarnya
Ø Berkaitan dalam memproses informasi visual
Ø Untuk membantu mengendalikan emosi dan tingkah laku dan mempengaruhi saraf otonom
Ø Berkaitan dengan proses belajar dan memori
Sebab lain adalah penyakit-penyakit degeratif yang ditandai oleh adanya degenerasi saraf-saraf disusunan saraf pusat. Penyakit-penyakit degeneratif yang umum adalah Parkinson, Alzheimer dan demensia. Kerusakan otak dapat pula disebabkan oleh kekurangan nutrisi, gangguan keracunan maupun penyalagunaan alkohol yang kronis.
Luka otak atau trauma dapat menghasilkan sejumlah gangguan kognitif dan behavioral. Beberapa bentuk gangguan tersebut dapat berbentuk :
1. gangguan orientasi, misalnya ketideakmampuan untuk mengetahui orang-orang disekitarnya, nama hari dalam seminggu dan lain-lain.
2. gangguan ingatan, pasien lupa kejadian-kejadian khususnya yang terbaru, terkadang juga menunjukkan gangguan kemampuan untuk belajar dan mengingat informasi baru.
3. gangguan fungsi intelektual ,pemahaman,berhitung mengungkapkan kalimat, dan mungkin juga pengetahuan umumnya.
4. gangguan penilaian,pasien sulit mengambil keputusan bahkan yang sederhana sekalipun misalnya untuk tidur,makan, dan lain-lain.
5. memiliki afek emosi yang labil,terlalu mudah tertawa atau menangis.
6. kehilangan daya tahan emosi dan mental,pasien mungkin berfungsi dibawah kondisi normal.
7. sindrom lobus frontal,adanya sekelompok simtom gangguan control impuls, ketidakmampuan merencanakan,apatis,dan lain-lain.
BAB III
studi kasus
Pada 1992, Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan terdiagnosis menderita alzheimer. Lambat tapi pasti, penyakit ini mulai menggerogoti otak dan tubuh mantan presiden ke-40 Amerika ini.
SUAMI Nancy Reagan ini kemudian memberi tahu khalayak mengenai keadaan dirinya pada 5 November 1994 lewat surat yang ditulisnya sendiri, yang menyatakan, dia menderita penyakit alzheimer. Reagan tidak bisa bercakap-cakap secara lancar, hingga pada 2001 dia terjatuh dan cedera di bagian pinggul. Insiden ini membuatnya tak dapat bergerak. Akhirnya, Reagan meninggal di rumahnya di Los Angeles , 5 Juni2004, karena pneumonia.
Peristiwa yang dialami mantan orang nomor satu Amerika ini mengingatkan kita pada penyakit alzheimer yang masih terlalu asing di telinga orang Indonesia . Maklum di negara kita tercinta,penyakit tersebut masih belum terlalu banyak penderitanya. Selama ini alzheimer identik dengan kepikunan, padahal belum tentu. Spesialis saraf dari RS Pondok Indah Dr Witjahyakarta W SpS mengatakan, kepikunan terdiri atas dua jenis yaitu MID (multiple infract dementia) dan alzheimer.
”Keduanya mempunyai gejala yang mirip tapi letak kerusakan di bagian otak berbeda setelah menjalani scanning,” kata Witjahyakarta. Dia menjelaskan, pada penderita MID terdapat titik-titik penyumbatan pembuluh darah di otak,sedangkan alzheimer terjadi pengerutan/ penciutan otak bagian depan. Untuk memastikan seseorang mengalami alzheimer, selain melalui scanning,juga perlu pemeriksaan dengan MRI.
Sampai saat ini, penyebab pasti penyakit degeneratif ini masih terus diteliti. Witjahyakarta menjelaskan, untuk mendiagnosis penyakit alzheimer, dilakukan tiga pendekat- an probable (kemungkinan), desible (kelihatan), dan definite (setelah dilakukan biopsi otak). Alzhiemer merupakan penyakit progresif. Penyandang penyakit ini akan semakin buruk keadaan dan tidak bisa kembali seperti sedia kala. Lantas, seperti apa gejala Alzheimer? ”Mereka yang menyandang alzheimer mempunyai gejala seperti lupa, kemunduran, menarik diri dari lingkungan, disorientasi lingkungan,” ujar dokter yang juga praktik di RS Gandaria ini.
Sementara itu di Amerika, alzheimer mendapat perhatian karena jumlah penyandang penyakit ini meningkat setiap tahun. Sekitar 500.000 kasus baru alzheimer didiagnosa tiap tahun di AS.Sebagai perkiraan, sebanyak 78 juta bayi baru lahir yang pada 2011 akan berusia 65 tahun. Usia tersebut rentan mengalami penyakit alzheimer. ”Pada 2030 diperkirakan 8 juta penduduk Amerika mengalami alzheimer,dibandingkan saat ini yang hanya lima juta,” kata Association Vice President Stephen McConnell. Perawatan terbaru terus diupayakan dengan mengajak bekerja sama beberapa pihak. Peneliti dan petugas laboratorium akan mengajak pemerintah AS untuk memberikan dana untuk mengembangkan penelitian di bidang alzheimer.
Mereka mengatakan, hampir menemukan terobosan penemuan terbaru untuk menangani penyakit kerusakan otak ini. ”Dengan perawatan yang tepat. Pada kenyataannya dapat memperlambat atau menghentikan proses ini,” kata Profesor Neurologi dari Washington Paul Aisen. Paul mengatakan bahwa peneliti hampir yakin akan kesuksesan perkembangan terobosan perawatan. Seberapa cepat mereka sampai ke sana , masih dibutuhkan beberapa tahun, bahkan belasan tahun tergantung hasil yang dibawa.
Peneliti memercayai bahwa sedikitnya ada tiga gen yang bertanggung jawab yang menyebabkan meningkatnya protein pada lapisan otak yang menurun dan berubah menjadi peptide yang akan menyerang dan merusak sel otak. Kondisi ini disebut sebagai amyloid peptide, yang diidentifikasi para ahli sebagai molekular penyebab alzheimer. ”Kami sangat yakin bahwa perawatan akan berhasil untuk mengurangi akumulasi dari amyloid peptide pada otak manusia yang akan sangat lambat,bahkan berhenti akibat penyakit ini,”kata Aisen.
BAB IV
Spesifikasi pembahasan
GANGGUAN KOGNITIF RINGAN
Penelitian terbaru menjelaskan bahwa gangguan kognitif ringan adalah keadaan prodromal atau faktor resiko dari penyakit Alzheimer. Gejala dini demensia sering terlewatkan karena dianggap sebagai gejala usia lanjut yang wajar atau salah diagnosa. Deteksi awal dan pengobatan bagi yang terkena gangguan kognitif ringan memungkinkan kesempatan baik untuk menunda perjalanan progresif dari fungsi dan penurunan kognitif. Meskipun tidak ada rekomendasi pengobatan yang spesifik untuk kondisi ini, namun beberapa obat masih dipelajari untuk digunakan pada kasus klinik.
Epidemiologi
Prevalensi yang tepat dari gangguan kognitif ringan pada populasi sulit untuk ditentukan, tetapi diperkirakan sebesar 20% dari populasi non demensia di atas umur 65 tahun. Hanya sekitar sepertiga dari kasus, bagaimanapun, mempunyai variasi amnesia yang berhubungan dengan Alzheimer. Gangguan kognitif ringan amnesia yang berkembang menjadi penyakit Alzheimer sekitar 10-15% tiap tahun. Peneliti berharap menemukan suatu pengobatan yang dapat memperlambat perubahan perkembangan ini atau mungkin bahkan mencegahnya.
Penuaan dan penurunan kognitif yang normal. Sebelum membuat pernyataan disfungsi dari fungsi kognitif, klinik harus mempunyai gambaran dari perubahan kognitif yang mungkin terjadi pada penuaan sehat yang normal. Pada umumnya, perubahan fungsi memori yang paling signifikan ditemukan pada memori episodik yang baru terjadi. Dewasa tua juga mengalami penurunan kemampuan memecahkan masalah dan memproses informasi. Juga terjadi beberapa perubahan yang berhubungan dengan usia, seperti ketajaman penglihatan, pendengaran dan beberapa fungsi persepsi yang turut menimbulkan gangguan kognitif. Dengan penyakit fisik yang tidak diharapkan, seperti penyakit jantung, penyakit arteri koronaria, hipertensi, diabetes, dan penyakit lainnya yang mungkin terjadi bersamaan dengan penurunan fungsi kognitif ringan ini. Fungsi mental, tanpa adanya penyakit fisik atau neurologis dapat berfungsi baik hingga dekade ke 10 dari kehidupan atau lebih, tergantung dari tingkat pendidikan, perbedaan kebudayaan, aktivitas fisik, dan faktor genetik.
Age Assosiated Memory Impairment (AAMI) / Gangguan memori yang berhubungan dengan usia juga merupakan masalah lain pada dewasa tua, digambarkan sebagai penurunan fungsi memori yang bertahap dalam usia tertentu. AAMI yang menunjukkan gambaran setidaknya satu standar deviasi yang lebih rendah dari nilai rata-rata tes memori yang dilakukan pada dewasa muda atau yang sehat. Masalah muncul ketika AAMI dipercaya untuk menggambarkan keadaan patologik yang terjadi pada penuaan. Tergantung dari tipe tes neuropsikologi yang digunakan untuk menilai fungsi kognitif, lebih dari 90% yang kesannya dewasa tua normal didiagnosa AAMI. Karena ketidakpastian ini, konsep ini tidak digunakan lagi oleh beberapa peneliti. Akibatnya, banyak kejadian yang baru-baru terjadi menunjukkan bahwa perubahan kognitif pada dewasa tua yang sedikit lebih buruk dari yang ditemukan pada AAMI, mungkin merupakan predileksi keadaan prodromal dari penurunan yang lebih lanjut dan didiagnosa sebagai demensia.
Gejala Dan Tanda Klinis
Dalam anamnesa, pasien gangguan kognitif ringan mempunyai keluhan subyektif berupa kehilangan memori atau disfungsi kognitif yang spesifik, dan gangguan ini dicocokkan juga dengan keluhan dari anggota keluarga, pengasuh atau teman. Penderita gangguan kognitif ringan tetap terpelihara fungsi kognitif umum dan aktivitas sehari-hari, namun sering dilaporkan bahwa gangguan memori dimulai dengan adanya gangguan fungsi. Secara klinis, mungkin penderita gangguan kognitif ringan dapat terjadi hal-hal seperti kesulitan menemukan barang-barang yang diletakkan salah, menyebut kembali nama dan tempat, atau lupa kejadian sehari-hari. Anggota keluarga dan pengasuh membawa orang yang disayangi untuk mengevaluasi kecemasan mereka tentang yang memburuk, kehilangan minat pada aktivitas, penarikan diri dari sosial, pembicaraan yang terbatas di rumah. Penemuan ini mengarahkan peneliti untuk meresepkan pengobatan antidepresi, yang sedikit atau tidak sama sekali menjelaskan tentang apatis yang terjadi. Sementara apatis dikenal sebagai gejala tingkah laku yang paling sering dari penyakit Alzheimer, namun sekarang banyak bukti bahwa apatis dan gangguan fungsi eksekutif ditemukan pada gangguan kognitif ringan maupun stadium awal dari penyakit Alzheimer. Tingkah laku dan masalah kognitif ini berhubungan dengan disregulasi lobus frontal dan mungkin muncul pada stadium awal dari gangguan kognitif. Ini dapat menjadi patokan yang membantu dalam memantau dan menentukan pengobatan.
Faktor resiko untuk gangguan kognitif ringan :
v Riwayat keluarga.
v Genetik, orang yang mempunyai gen spesifik, apolipoprotein E lebih mudah menjadi gangguan kognitif ringan. Gen ini juga meningkatkan kecepatan gangguan kognitif ringan menjadi penyakit Alzheimer.
v Usia. Semakin tinggi usia pasien, maka resiko semakin tinggi.
Beberapa hal yang dapat membantu diagnosis Gangguan kognitif ringan: Setelah pasien dilakukan pemeriksaan Neuropsikologi untuk menilai gangguan fungsi kognitif, pasien dapat dilakukan pemeriksaan darah untuk menyingkirkan penyebab gangguan yang reversibel seperti gangguan elektrolit maupun hormonal, pasien dapat juga dilakukan pemeriksaan diagnostik Pencitraan / Neuroimaging. Pemeriksaan Neuroimaging ini telah menjadi alat diagnostik penting dalam menilai gangguan kognitif dan indikator diagnostik untuk progresifitas penyakit. Computed Tomography (CT) secara rutin digunakan untuk mengidentifikasi hematoma subdural, infark, tumor, dan neuropatologis lainnya. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga rutin direkomendasikan untuk menilai kondisi yang bervariasi. Keuntungan lain dari MRI, dapat membedakan pasien gangguan kognitif ringan dengan pasien Alzheimer dengan derajat dari atrofi hippocampus. Atrofi seperti itu dapat memperkirakan progresifitas gangguan kognitif ringan menjadi penyakit Alzheimer, namun tidak spesifik.
Alzheimer
Salah satu penyakit yang berkaitan dengan kecederaan terhadap fungsi kognitif yang berkenaan dengan proses berfikir, ingatan dan juga dari segi kemampuan dalam memusatkan perhatian karena masalah organik/penyakit atau pun psikologikal adalah Alzheimer.
Penyakit Alzheimer merupakan satu penyakit yang bisa dikatakan sebagai penyakit dimensi pra tua. Kebanyakan penyakit ini dialami oleh golongan wanita jika dibandingkan dengan lelaki. Penyakit ini menyerang secara perlahan-lahan kepada pesakit yang sudah berumur yaitu bermula apabila individu yang terlibat berumur 65 tahun.
Penyakit Alzheimer terjadi berkaitan dengan sistem acetylcholine neurotransmitter, yaitu berkurangnya proses pembelajaran dan ingatan (Coyle et al., 1983). Menurut pendapat ataupun pandangan ini, individu yang mengalami penyakit Alzheimer mempunyai jumlah yang tidak cukup berkenaan dengan choline acetyltransferase (CAT), sehingga ia perlu untuk sintesis di dalam acetylcholine.
Selain daripada itu, para peneliti terus membuat penyelidikan di kawasan otak pesakit dan seterusnya melihat perubahan hubungan di antara peringkat biokimia dengan ciri-ciri neurofibrillary dan penghasilan granulovacuolar yang mempunyai persamaan dengan penyakit Alzheimer (Geula & Mesulam, 1989).
Hal penting dalam memahami penyakit Alzheimer ini ialah banyak faktor biokimia dan perubahan struktur di dalam otak manusia yang mengalami gangguan di bagian hippocampus, struktur sistem limbic di dalam memori dan ilmu pengetahuan baru (Chui, 1989 ). Ia dapat menjadi cadangan perubahan di bagian otak mungkin memainkan peranan dalam menyebabkan hubungan di antara kekurangan pemikiran dengan penyakit Alzheimer (Martin et al., 19870).
Jika terdapat keanehan ataupun kelainan di dalam glukosa metabolisme maka itu merupakan peringkat permulaan seseorang itu telah menghidap penyakit Alzheimer, dan seterusnya ia menyokong tentang wujudnya mekanisma yang menyebabkan kemerosotan pada tisu otak akibat penyakit Alzheimer ini.
Terdapat bukti yang diperoleh dari penelitian bahwa faktor keturunan ataupun genetik merupakan elemen utama yang memainkan peranan penting di dalam pembentukan penyakit Alzheimer (Breitner et al., 1986).
Apa yang menarik ialah kekurangan pada otak individu yang mengalami penyakit Alzheimer ini dapat dilihat persamaannya dengan individu yang mengalami syndrom down; di mana kedua-duanya melibatkan kerusakan pada otak yang melibatkan proses ingatan dan pembelajaran. Pada akhir tahun 1980-an, sesuatu keseronokan menghasilkan kemungkinan gen yang terdapat di dalam badan seseorang yang mengalami Alzheimer ialah 21, jumlah kromosom ini mempunyai persamaan dengan kromosom individu yang mengalami sindrom down (St. George-Hyslop et al., 1987).
Terdapat juga teori lain yang mengatakan bahwa terdapat peningkatan aluminum beracun di dalam sel-sel otak akibat daripada penyakit Alzheimer (Schiffman, 1986; Ward, 1986). Perbedaan pendapat berkenaan dengan isu penyakit Alzheimer ini mendapat perhatian dan tumpuan media pada tahun 1980-an. Perbedaan ini senantiasa ada dan belum ada jalan ataupun petunjuk yang betul-betul menerangkan sebab berlakunya penyakit Alzheimer. Apabila obat untuk menyembuhkan penyakit Alzheimer telah dijumpai maka penyelidik akan menggunakan perspektif teori lain untuk memahami tentang penyakit Alzheimer.
Berdasarkan perspektif psikologikal, bila penyakit ini berada di tahap permulaan, individu ini berkemungkinan mengalami stress pada emosinya dan sedih berkenaan dengan symptom kognitif seperti hilang ingatan (Relfer et al., 1987). Dan kemurungan ini mempengaruhi apa sahaja yang berkaitan dengan proses kognitif.
Individu yang mengalami penyakit Alzheimer ini juga berkemungkinan mengalami symptom yang lain berkaitan dengan kecelaruan psikologikal termasuk symptom psikotik, enxiety, gangguan tingkah laku seperti suka menyerang dan lain-lain di mana symptom ini akan terjadi pada awal perkembangan penyakit ini (Eisdorfer et al., 1992).
Walau bagaimanapun, peneliti penyakit Alzheimer, belum bisa sepenuhnya dalam menjelaskan sebab-sebab berlakunya penyakit ini. Mereka mempunyai pemahaman yang mendalam dalam memahami sosial dan kesan tentang keluarga dalam penyakit ini. Penyakit mempunyai perkaitan dengan keluarga yang melibatkan ketegangan emosi.
Ketegangan emosi ini bukan saja terbatas pada suami isteri dan ataupun orang dewasa dan kanak-kanak tetapi ia juga melibatkan semua aspek keseluruhan ahli keluarga. Hubungan di kalangan adik beradik boleh menjadi tegang jika ketua keluarga marah dan tidak memberi perhatian yang sepenuhnya kepada keluarga ( Lerner et al., 1991).
Perasaan bersalah, kewajiban dan kehampaan akan terjadi di seluruh anggota keluarga apabila ada salah seorang keluarga yang mengidap penyakit Alzheimer. Perasaan ini semakin berada di tahap yang tinggi selaras dengan peringkat ataupun tahap penyakit ini.
1. Gangguan daya ingat.
Lupa janji, lupa nama orang, teman dan anggota keluarga, tidak dapat mengingat kejadian-kejadian atau pembicaraan. Mudah lupa : mungkin merupakan gejala awal Alzheimer. Sekitar 40-50 % pasien dengan gangguan mudah lupa menjadi penyandang Alzheimer dalam waktu 3 tahun.
2. Kesulitan dalam melakukan aktivitas sederhana/pekerjaan sehari-hari.
Misalnya mengendarai mobil, berbelanja, mandi, berpakaian dan lain-lain. Selain daripada itu, kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif terganggu, seperti membuat perencanaan, mengorganisir, melakukan urutan pekerjaan, membuat kesimpulan, melakukan koordinasi dan pengawasan, mengarahkan bawahan, sehingga penderita menjadi berhenti dari pekerjaannya.
3. Problema berbicara/berbahasa.
Gangguan keterlibatan dalam pembicaraan, pengertian, kemampuan mencari dan menemukan kata yang tepat serta kurangnya kemampuan untuk berbicara secara lancar.
4. Disorientasi.
Gangguan mengenal waktu (tanggal, tahun, hari-hari penting), gangguan mengenal tempat, gangguan kemampuan mengenali lingkungannya. Penderita menjadi tidak tahu dimana ia berada, tidak tahu pulang ke rumahnya sendiri.
5. Penampilan memburuk.
Tidak memperhatikan kebersihan diri dan salah berpakaian.
6. Kesulitan dalam melakukan penghitungan sederhana.
7. Salah/lupa meletakkan benda/barang, curiga seseorang telah mencurinya.
8. Perubahan perasaan atau perilaku.
Gejala perilaku yang paling mengganggu adalah suka pergi kemana-mana, dan berulangkali mencari pengasuhnya atau orang lain, selalu mengikuti pengasuhnya atau orang lain kemana-mana, berkeliling rumah atau halaman tanpa tujuan, keluar rumah atau kabur malam hari, menjadi agresif.
9. Perubahan
Perubahan emosi secara drastis, tidak sabar, mudah putus asa dan menyalahkan orang lain, cemas.
10. Hilangnya minat dan inisiatif.
Berkurangnya aktivitas kesenangan pribadi/hobi yang biasa dinikmatinya.
BAB IV
intervensi
Cara yang paling efektif mencegah alzheimer tentu saja menghindar dari faktor-faktor penyebabnya, meski hal ini tak mudah dipraktikkan, apalagi dengan faktor usia. Walau demikian, berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan klinis, penyakit alzheimer terbukti dapat dicegah dan ditunda melalui pendekatan preventif yang terintegrasi dan terpadu. Pendekatan tersebut setidaknya mencakup empat pilar program, yaitu diet dengan rendah lemak, konsumsi nutrien spesifik untuk otak, meditasi, serta olahraga dan latihan untuk otak.
Kurangi Konsumsi Lemak
Diet dengan membatasi total kalori serta konsumsi lemak sebesar 15 – 20% dapat membantu mencegah DA. Efek negatif konsumsi lemak tinggi adalah menyebabkan terciptanya plak aterosklerosis, berkembangnya penyakit-penyakit kardiovaskuler, arteri koronari, dan cerebrovaskuler.
Konsumsi ikan yang kaya asam lemak omega 3 dokosaheksaenoat (DHA), seperti ikan tuna dan salmon, dapat mengurangi penurunan kinerja kognitif pada orang-orang tua. Di otak, DHA berperan dalam mengatur fluiditas dan permeabilitas membran sel, menjaga aktivitas enzim-enzim yang terikat membran dan kinerja neurotransmiter (dopamin dan serotonin). Neurotransmiter ini bekerja sebagai penghubung antara otak ke seluruh jaringan saraf dan pengendali seluruh fungsi tubuh.
Beberapa nutrien yang diketahui menjaga kesehatan otak adalah vitamin kompleks, vitamin C dan E, fosfatidilserin, ubiquinon, asetil – L – karnitin dan ginkgo biloba.
Vitamin B kompleks berperan aktif mengatur kinerja neurotransmiter dan metabolisme karbohidrat untuk produksi energi. Folat dapat menurunkan kadar homosistein, yang mana pada kadar yang tinggi memiliki implikasi terhadap penyakit jantung dan DA. Kolin berfungsi sebagai substrat untuk pembentukan neurotransmiter, asetilkolin.
Vitamin C dan E dapat bertindak sebagai antioksidan. Antioksidan dapat mencegah kerusakan oksidatif neurotransmiter, seperti dopamin di dalam otak.
Fosfatidilserin merupakan fosfolipid bermuatan negatif yang hampir selalu ditemukan pada membran sel. Senyawa ini berperan penting dalam memelihara kerja saraf, misalnya dalam menstimulasi pelepasan neurotransmiter dan proses transpor ion serta meningkatan kadar glukosa dan adenin monofosfat di otak. Dari beberapa studi diketahui fosfatidilserin memperbaiki memori, ”mood”, kewaspadaan dan aktivitas seharihari.
Fosfatidilserin merupakan fosfolipid bermuatan negatif yang hampir selalu ditemukan pada membran sel. Senyawa ini berperan penting dalam memelihara kerja saraf, misalnya dalam menstimulasi pelepasan neurotransmiter dan proses transpor ion serta meningkatan kadar glukosa dan adenin monofosfat di otak. Dari beberapa studi diketahui fosfatidilserin memperbaiki memori, ”mood”, kewaspadaan dan aktivitas seharihari.
Ubiquinone (koenzim Q10) merupakan agen neuroprotektif yang potensial. Senyawa ini bertindak sebagai antioksidan yang dinamis selama berlangsungnya produksi senyawa-senyawa fosfat berenergi tinggi (ATP/ADP).
Asetil L-karnitin merupakan senyawa yang sangat penting dalam proses regenerasi energi di dalam mitokondria sel otak. Senyawa ini menyediakan gugus asetil untuk asetil koenzim A, dan memfasilitasi pelepasan asetilkolin, neuropeptida dan neurotransmiter lainnya, serta dapat menurunkan level kortisol.
Ginkgo biloba mengandung senyawa flavonoid (ginkgoflavon glikosida) dan atau terpenoid (ginkgolida dan bilobalida) yang dapat bertindak sebagai antioksidan. Konsumsi ginkobiloba diyakini dapat meningkatkan sirkulasi darah mikrovaskuler, menangkap radikal-radikal bebas dan membantu memperbaiki kewaspadaan (konsentrasi) dan memori pada penderita DA.
Asetil L-karnitin merupakan senyawa yang sangat penting dalam proses regenerasi energi di dalam mitokondria sel otak. Senyawa ini menyediakan gugus asetil untuk asetil koenzim A, dan memfasilitasi pelepasan asetilkolin, neuropeptida dan neurotransmiter lainnya, serta dapat menurunkan level kortisol.
Ginkgo biloba mengandung senyawa flavonoid (ginkgoflavon glikosida) dan atau terpenoid (ginkgolida dan bilobalida) yang dapat bertindak sebagai antioksidan. Konsumsi ginkobiloba diyakini dapat meningkatkan sirkulasi darah mikrovaskuler, menangkap radikal-radikal bebas dan membantu memperbaiki kewaspadaan (konsentrasi) dan memori pada penderita DA.
Meditasi dan Latihan
Meditasi telah berhasil menurunkan level kortisol dan memperbaiki mekanisme pelepasan kortisol. Kortisol dalam aksinya akan mencegah/menahan penggunaan glukosa oleh hipokampus, menghambat transisi sinapsis dan menyebabkan neuron/sel saraf luka (injury) serta kematian sel. Di samping itu, meditasi dapat menurunkan level lipid peroksidase, yaitu suatu enzim yang dapat menghasilkan radikal-radikal bebas dan meningkatkan level dehidro-epiandrosteron, yaitu suatu hormon yang penting untuk optimalisasi fungsi otak. Bagaimana dengan berdzikir secara khusuk? Mungkin efeknya sama dengan meditasi.
Pemeliharaan suasana aerobik ternyata dapat memperbaiki aspek-aspek fungsi kognitif sebesar 20 – 30%. Oleh karena itu, olahraga sangat disarankan karena dapat menahan laju demensia alzheimer. Orang tua yang berusia 40 – 60 tahun dan mau melakukan olahraga secara teratur memiliki resiko DA yang lebih rendah dibanding mereka yang tak berolahraga. Olahraga diketahui meningkatkan aliran darah otak dan produksi faktor-faktor pertumbuhan untuk syaraf.
Pemeliharaan suasana aerobik ternyata dapat memperbaiki aspek-aspek fungsi kognitif sebesar 20 – 30%. Oleh karena itu, olahraga sangat disarankan karena dapat menahan laju demensia alzheimer. Orang tua yang berusia 40 – 60 tahun dan mau melakukan olahraga secara teratur memiliki resiko DA yang lebih rendah dibanding mereka yang tak berolahraga. Olahraga diketahui meningkatkan aliran darah otak dan produksi faktor-faktor pertumbuhan untuk syaraf.
Latihan otak yang ditujukan memberikan stimulasi kognitif, seperti berdiskusi tentang topik aktual, mengisi teka-teki, main catur, mendengarkan musik dan berkesenian, dapat membantu mempertahankan kemampuan kognitif. Latihan tersebut mendorong berkembangnya dendrit dan meningkatnya plastisitas sistem syarat pusat.
Perhatian dan Kasih Sayang
Jane Hughes, pengajar pada Community Care Research (CCR) berpendapat bahwa obat paling mujarab bagi penderita alzheimer adalah perhatian dan kasih sayang. Hughes sendiri yang menjalankan layanan terapi bagi para manula (manusia usia lanjut) di Inggris berpengalaman merawat para penderita kepikunan. Dari sini diketahui bahwa perhatian dan kasih sayang mampu memperbaiki kepikunan yang diderita para manula, lebih dari sekadar obat-obatan biasa.
”Kita harus memperhatikan semua ucapan mereka, memberi mereka waktu, itulah yang paling penting,” ujar Hughes kepada BBC News Online baru-baru ini. Menurut perempuan yang membuka layanannya di Surrey , Inggris ini, pasiennya senang memandangi foto-foto lama karena bisa membawa kenangan lama yang dulu pernah mereka alami.
Terapi yang diberikan Hughes dan kawan-kawan ini berupa kunjungan pada para manula yang mayoritas menderita kepikunan akibat alzheimer. Mereka berusaha melakukan pendekatan kekeluargaan dengan memberi perhatian khusus. Selain itu mereka juga melibatkan sejumlah tes praktis untuk mengetahui kemajuan terapi yang sudah dijalani. Tes ini bisa berupa perbincangan ringan mengenai masa lalu yang akan diulangi lagi setelah beberapa hari kemudian. Kemajuannya lumayan menggembirakan karena beberapa pasien yang awalnya lupa akan nama kerabat atau anggota familinya bisa perlahan mengingat kembali setelah berusaha dibangkitkan dengan cerita.
Vaksin
Baru-baru ini peneliti berhasil membuat vaksin untuk penyakit Alzheimer dalam bentuk plester. Cara ini mengikuti contoh sebelumnya, yaitu obat, termasuk terapi hormon, dapat diberikan melalui plester. Menurut peneliti, plester berisi vaksin disalurkan melalui kulit. Cara ini terbukti aman dan efektif. Ilmuwan dari University of South Florida menyimpulkan bahwa plester ini mampu membersihkan plak-plak yang merusak otak pada tikus percobaan.
Cara ini dinilai lebih sederhana dalam melindungi pasien terhadap penyakit Alzheimer daripada pemberian suntikan vaksin. Hasil penelitian ini diungkapkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences. Metode baru ini merupakan pemberian vaksin secara non-invasif (tanpa melalui suntikan).
Penyakit Alzheimer terjadi akibat penumpukan sebuah protein yang disebut beta amiloid di otak. Penumpukan protein ini berubah menjadi gumpalan sehingga membentuk plak-plak yang merusak otak. Vaksin terbaru, yang diberikan secara transdermal, bekerja dengan cara memicu sistem kekebalan tubuh untuk mengenali protein beta amiloid dan me-nyerang protein tersebut serta menguraikannya.
Vaksin melalui suntikan itu juga memicu reaksi sistem kekebalan tubuh, yang terjadi ketika sel-sel kekebalan tubuh mengaktifkan protein-protein yang dihasilkan tubuh sebagai respons atas vaksin itu. Dalam studi yang terakhir, peneliti mengetes plester kulit yang dilekatkan ke kulit tikus yang mengalami degenerasi otak yang berkaitan dengan penuaan yang mirip dengan penyakit Alzheimer. Hasilnya menunjukkan cara ini tidak menunjukkan efek taksun yang sama seperti halnya pemberian vaksin melalui suntikan.
Menurut peneliti, sel-sel kekebalan tubuh yang khusus dalam kulit ini yang disebut Langerhans bisa memerintahkan tubuh untuk merespons secara positif terhadap vaksin itu. Peneliti akan melakukan riset lebih lanjut untuk melihat apakah vaksin itu dapat meredam penurunan daya ingatan pada tikus yang mengidap Alzheimer selain juga menurunkan beban plak di otak.
Dalam artikel Journal of Neuroscience, edisi September 2005, para peneliti USF melaporkan bahwa ada sebuah komponen teh hijau yang dapat mencegah Alzheimer – seperti kerusakan pada otak dari tikus yang secara genetik diprogram untuk meneliti proses penyakit neurodegeneratif. Komponen yang disebut epigallocatechin-3-gallate (EGCG), adalah anti oksidan utama dalam teh hijau. EGCG ini telah banyak diteliti karena diperkirakan dapat melawan kanker.
Tim USF memperlihatkan bukti pertama bahwa EGCG dapat menurunkan produksi protein beta-amyloid, yang secara normal dapat berakumulasi di otak dan dapat menyebabkan gangguan saraf dan hilangnya daya ingat. Penurunan beta-amyloid ini telah diteliti baik melalui kultur sel maupun tikus percobaan. EGCG berfungsi untuk mem-blok proses utama pembentukan protein yang berkaitan dengan Alzheimer dalam sel otak.
“Penemuan tersebut membuktikan bahwa komponen teh hijau dalam konsentrasi tertentu dapat menurunkan bentuk sumbatan beta-amyloid di otak,” kata peneliti senior Jun Tan, PhD, MD yang juga Direktur Laboratorium Neuroimunologi Silver Child Development Center , Departemen Psikiatri, USF. “Jika patologi beta-amyloid pada tikus percobaan tersebut sama dengan patologi penyakit Alzheimer pada manusia, maka penggantian EGCG dapat secara efektif digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit tersebut,” tambah Jun Tan.
Teh hijau mengandung banyak anti oksidan, termasuk flavanoids yang dapat mencegah radikal bebas merusak otak. Namun Dr. Tan dan rekannya memperlihatkan bahwa ada flavanoids dalam teh hijau yang sebenarnya melawan kemampuan EGCG alami untuk mencegah beta-amyloid yang berbahaya. Karenanya Dr. Tan mengatakan bahwa meminum teh hijau saja tidak sama manfaatnya jika dibandingkan dengan mekanisme kerja EGCG.
BAB IV
kesimpulan
Hampir satu abad telah berlalu sejak ditemukannya penyakit alzheimer oleh Alois Alzheimer, namun sampai kini belum juga diketahui penyebab pasti penyakit ini. Beribu-ribu peneliti mencari tahu bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya kerusakan dan pengerutan sel-sel otak yang berlangsung progresif, dengan harapan kelak dapat ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit alzheimer.
Gangguan pada fungsi otak akan bermanifestasi sebagai kemunduran daya ingat, kehilangan kemahiran berbahasa, gangguan dalam membuat keputusan dan membuat perencanaan maupun mengatur/mengorganisasi suatu aktivitas; sehingga penderita tidak bisa hidup mandiri lagi dan sering kali juga disertai perubahan tingkah laku/kepribadian. Kemunduran fungsi mental ini lazim disebut "demensia" secara medik atau yang lebih dikenal sebagai "pikun". (Kondisi demensia dapat dianalogikan dengan keadaan sebuah ruangan yang lampu-lampunya meredup satu demi satu, dan pada suatu saat ruangan itu akan menjadi gelap sama sekali ketika semua kecakapan mental telah menghilang).
Gejala Alzheimer
· Lupa-lupa yang amat sering dan mengganggu aktivitas
· Mulai sulit menemukan kata atau nama benda meskipun dibantu kode/isyarat.
· Sering uring-uringan, mudah marah atau menangis
· Tampak murung, sedih, dan pendiam (apatis)
· Cenderung menghindari aktivitas atau berdalih bila diminta beraktivitas.
· Perubahan sifat/kepribadian dari biasanya.
Gangguan kognitif ringan
Gangguan kognitif ringan (mild cognitive impairment/MCI) dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya demensia alzheimer.
Dari penelitian dilaporkan sekitar 15 persen per tahun penderita MCI akan berkembang menjadi demensia alzheimer. Hal ini sangat berbeda dengan usia lanjut normal tanpa MCI yang mempunyai tingkat konversi menjadi alzheimer hanya sebesar 1-2 persen per tahun. Selain itu, risiko untuk mendapat alzheimer meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Setiap kelipatan lima tahun, angka kejadian (prevalens) demensia meningkat dua kali (ADI, WHO 1999). Bila pada populasi usia lanjut 65 tahun ada 5 persen penderita alzheimer, maka akan ada 10 persen penderita alzheimer pada kelompok usia 70 tahun dan 20 persen pada kelompok usia 75 tahun.
Gangguan kognitif ringan (MCI) dapat berupa kelemahan memori saja, atau kelemahan fungsi kognitif selain memori seperti berbahasa, merencanakan, dan mengatur rangkaian kegiatan. Gangguan kognitif tersebut bersifat ringan, tidak sampai mengganggu aktivitas harian rutin, namun sering kali menjengkelkan. Kondisi seperti ini tak boleh dibiarkan sebab akan berdampak terhadap kinerja seseorang dalam pekerjaannya bila ia masih produktif. Kualitas dari work performance dan kualitas hidup penyandang MCI akan menurun bila tidak segera mendapat intervensi.
Terapi Yang Digunakan
· Kurangi Konsumsi Lemak
· Meditasi dan Latihan
· Perhatian dan Kasih Sayang
· Vaksin
Peringatan
Alzheimer adalah penyakit yang diderita sebagai akibat dari proses manusia yang lambat laun menua. Pikun ditandai adanya kemunduran daya ingat yang berangsur-angsur makin berat disertai penurunan fungsi mental dan mengganggu fungsi sosial.
Sesuai firman Allah disebutkan bahwa : Allah menciptakan kamu dan mematikan kamu, dan diantara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun) supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu (An Nahl : 70).
Daftar pustaka
@ Psikologi Klinis, Graha Ilmu
@ Makalah Psikologi Fa’al, oleh dr. H. Abdurrachman, M.Kes.
@ http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/kesehatan/alzheimer-bukan-hanya-pikun.html
@ http://www.spiritia.or.id/cst/kesjiwa2.php
@
terima kasih, sangat membantu menambah materi untuk tugas bpk ardi.,.,
BalasHapusterimaksih ilmunya
BalasHapus