PENDAHULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG
Dalam pandangan islam, mahasiswa merupakan komunitas yang terhormat/yang terpuji (QS. Al-Mujadalah: 11), karena ia merupakan komunitas yang menjadi cikal bakal lahirnya ilmuwan (ulama') yang diharapkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memberikan penjelasan pada masyarakat dengan pengetahuannya itu (QS. At-Taubah: 122). Oleh karenanya, mahasiswa dianggap sebagai komunitas yang penting untuk menggerakkan masyarakat islam menuju kekhalifahannya yang mampu membaca alam nyata sebagai sebuah keniscayaan ilahiyah (QS. Ali-Imron: 191).
Untuk mewujudkan harapan tersebut, salah satunya adalah dibutuhkan keberadaan ma'had yang secara intensif mampu memberikan resonansi dalam mewujudkan lembaga pendidikan tinggi islam yang ilmiah-religius, sekaligus sebagai bentuk penguatan terhadap pembentukan lulusan yang intelek profesional yang ulama' atau ulama' yang intelek profesional. Dan hal ini benar adanya, karena tidak sedikit keberadaan ma'had telah mampu memberikan sumbangan besar bagi bangsa ini melalui alumninya dalam mengisi pembangunan manusia seutuhnya. Dengan demikian, keberadaan ma'had dalam komunitas perguruan tinggi islam merupakan keniscayaan yang akan menjadi pilar penting dari bangunan akademik.
Berdasarkan dari filosofi tersebut, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang memandang bahwa pendirian ma'had dirasa sangat urgen bagi upaya merealisasikan semua program kerjanya secara integral dan sistematis, yang sejalan dan sinergis dengan visi dan misi UIN Malang
Dan selama beberapa tahun didirikannya Ma’had Sunan Ampel Al-Aly yang berlokasi di area kampus UIN Malang ini, terdapat banyak sekali kasus atau fenomena yang muncul di dalam ma’had yang terdiri dari lima bangunan tersebut. Dari fenomena-fenomena yang telah terjadi, tidaklah luput dari peran-peran para pengurus, penangung jawab, pengasuh, murobbiyah, terutama para musyrif/ah. Karena selama ini musyrif/ah merupakan ujung tombak dari seluruh kegiatan dan kejadian yang ada di dalam ma’had.
Dan dalam berperan menjadi musyrif/musyrifah pun, mereka tidaklah mudah dalam melaksanakan tugas dan amanah tersebut. Mereka dituntut untuk dapat mendampingi, membimbing, mengajari, serta mengontrol, dan juga bagaimana mereka dapat membentuk sikap-sikap positif mahasantri yang sekaligus mahasiswa UIN Malang ini sebagai lulusan yang intelek profesional yang ulama’ atau ulama’ yang intelek professional, dan para musyrif/musyrifah merupakan ujung tombak keberhasilan semua program yang ada di ma’had. Dan dari peran yang bisa dikatakan sulit tersebut, para musyrif/musyrifah juga harus menjalankan tugas mereka sebagai seorang mahasiswa UIN Malang.
Seperti halnya fenomena tentang penentangan (ketidakpatuhan) terhadap peraturan yang ada di ma’had, peran musyrif/ah sangatlah dibutuhkan untuk menyelesaikan keadaan tersebut. Karena berawal dari peran musyrif/ah sendirilah semua keadaan tersebut akan mudah untuk diatasi.
Selama ini, peran yang telah diperankan musyrif/musyrifah dalam mnjalankan visi dan misi ma’had khususnya dalam pembentukan sikap positif mahasantri, belum terlihat kejelasannya dan realitanya. Meski mungkin ada beberapa yang bisa dikatakan bahwa sikap positifnya berhasil dibentuk, akan tetapi tidak dapat mewakili seluruh mahasantri yang berada di ma’had. Apalagi di tahun ajaran yang kemarin, telah di buka program SPMB yang mana mayoritas mahasiswa yang diterima juga dari golongan yang bisa dikatakan asing dengan kondisi ma’had dan sistem yang ada pada ma’had.
Pada awalnya, mahasantri yang berada di Ma’had Sunan Al-Aly ketika awal-awal masuk, mereka tidaklah susah untuk diarahkan dan dalam semua kegiatan yang ada pun mereka masih patuh dan mau untuk diarahkan. Akan tetapi, ketika mereka sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan kampus yang sangat komplek dengan berbagai macam karakter yang beraneka ragam dan juga dengan kondisi luar ma’had yang mayoritasnya tidak menyukai adanya ma’had, sikap dan perilaku mahasantri yang ada di ma’had pun sudah mulai terkontaminasi dan sedikit demi sedikit mereka pun melakukan penentangan.
Dari kondisi tersebut, para musyrif/ah yang mana perannya sangatlah penting untuk menyelesaikan problem tersebut juga mengalami kesulitan, meski tidak semuanya melakukan penentangan, karena mereka sudah tidak berhadapan lagi dengan mahasantri yang masih belum tahu apa-apa tentang dunia yang ada dikampus, akan tetapi mereka sudah berhadapan dengan mahasantri yang sudah berani menentang mereka dengan berbagai sikap yang mereka tampakkan. Meski terdapat juga beberapa musyrif/ah yang sudah berpengalaman dalam menangani hal tersebut, mereka tetap juga mengalami kesulitan, bahkan ada juga yang sudah bosan menangani hal-hal tersebut. Apalagi jika dilihat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, terdapat beberapa mahasantri yang cenderung tidak menghiraukan aturan-aturan dan program kegiatan yang ada di ma’had, terutama santri laki-laki.
Oleh karena itu, kami memilih tema “Peran Musyrif/Musyrifah Dalam Pembentukan Sikap Positif Mahasantri MSAA UIN Malang” sebagai judul penelitian yang akan kami lakukan. Dan dengan dilakukan penetilian, kami berusaha untuk mendapatkan kejelasan dan pengetahuan yang selama ini menjadi kendala terhadap jalannya kegiatan yang ada di ma’had.
1. 2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peran musyrif/ah di MSAA?
2. Bagaimana pembentukan sikap positif mahasantri di MSAA?
3. Bagaimana peran musyrif/ah dalam pembentukan sikap positif mahasantri di MSAA?
1. 3. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui bagaimana peran musyrif/ah di MSAA.
2. Untuk mengetahui bagaimana pembentukan sikap positif mahasantri di MSAA.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran musyrif/ah dalam pembentukan sikap positif mahasantri di MSAA.
1. 4. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat akademis
§ Mampu menambah pengetahuan bagi keilmuan psikologi terutama dalam konteks peran
§ Menambah informasi mengenai peran musyrif/ah dalam pembentukan sikap positif mahasantri
2. Manfaat aplikasi/praktis
§ Musyrif/ah mengetahui kelemahannya dalam menjalankan perannya
§ Mahasantri mengetahui peran musyrif/ah yang tidak terlaksana
§ Memberi manfaat (masukan) untuk ma’had, terutama musyrif/ah
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Peran Musyrif/ah
1. Pengertian Peran
Menurut kamus Dewan, istilah “peran” bermakna kewajiban yang dipikul oleh seseorang atau segala yang wajib ditanggung oleh seseorang.
2. Pengertian Musyrif/ah
Musyrif/musyrifah berasal dari bahasa arab “asyrofa” yang berarti memuliakan. Sedangkan menurut istilah, musyrif/ah dapat dikatakan sebagai seseorang yang bertugas untuk memuliakan. Akan tetapi, musyrif/ah dalam hal ini adalah seorang mahasiswa diatas semester 3 UIN Malang yang memenuhi kriteria dan kualifikasi khusus.
3. Pengertian Peran Musyrif/ah
Setelah melihat devinisi peran dan devinisi musyrifah, dapat disimpulkan bahwa devinisi peran musyrifah yaitu seseorang yang berkewajiban untuk memuliakan segala yang ada di ma’had, yang termasuk juga mahasantri, yang mana kewajiban tersebut dipikul oleh mahasiswa diatas semester 3 yang memenuhi kriteria dan kualifikasi khusus.
Dan diantara peran-peran musyrif/ah di MSAA yaitu:
§ Menjadi pendamping bagi mahasantri
§ Mengurusi segala kegiatan yang diprogramkan ma’had
§ Memonitoring segala aktifitas yang dilakukan oleh mahasantri
§ Berusaha menyelesaikan problematika yang terjadi pada mahasantri
§ Menjadi tauladan yang baik terhadap mahasantri
B. Pembentukan Sikap Positif
1. Pengertian Pembentukan
Pembentukan yaitu hal, cara dan sebagainya (kamus umum Bahasa Indonesia W.J.S Poerwadarminta).
2. Pengertian Sikap
Terdapat beberapa pendapat mengenai pngertian sikap, diantaranya yaitu:
a. Masri (1972), mengartikan sikap sebagai kesediaan yang diarahkan untuk menilai atau menanggapi sesuatu.
b. Berkman dan Gilson (1981) mendefinisikan sikap adalah evaluasi individu yang berupa kecenderungan (inclination) terhadap berbagai elemen di luar dirinya. Allfort (dalam Assael, 1984) mendefinisikan sikap adalah keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favorable) atau menolak (unfavorable).
c. Hawkins Dkk (1986) menyebutkan, sikap adalah pengorganisasian secara ajeg dan bertahan (enduring) atas motif, keadaan emosional, persepsi dan proses-proses kognitif untuk memberikan respon terhadap dunia luar.
d. Azwar (1995), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran, yaitu:
§ Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak(unfavorable) pada objek tersebut.
§ Kedua, kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chief, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
§ Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadic (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
3. Pengertian pembentukan sikap positif
Pembentukan sikap positif yaitu hal atau cara pengorganisasian secara ajeg dan bertahan atas motif, keadaan emosional, persepsi dan proses-proses kognitif untuk memberikan respon terhadap dunia luar secara positif.
C. Pengertian MSAA
Ma’had adalah suatu tempat dimana secara intensif mampu memberikan resonansi dalam mewujudkan lembaga pendidikan tinggi islam yang ilmiah-religius, sekaligus sebagai bentuk penguatan terhadap pembentukan lulusan yang intelek profesional yang ulama' atau ulama' yang intelek profesional.
Sedangkan ide pendirian ma’had sunan ampel Al-‘Aly yang diperuntukkan bagi mahasiswa UIN Malang adalah oleh K.H. Usman Manshur, akan tetapi hal tersebut belum dapat direalisasikan. Dan ide tersebut baru dapat direalisasikan pada masa kepemimpinan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Peletakan batu pertama ma’had tersebut dimulai pada Ahad Wage, 4 April 1999, oleh 9 kyai Jawa Timur dan disaksikan oleh sejumlah kyai dari kota dan kabupaten Malang. Dalam jangka waktu satu tahun, UIN Malang telah berhasil menyelesaikan 4 unit gedung yang terdiri dari 189 kamar (3 unit masing-masing 50 kamar dan 1 unit 39 kamar) dan 5 rumah pengasuh dan 1 rumah mudir ma’had. Dengan selesainya pembangunan ma’had yang direncanakan sebanyak 10 unit, yang kini telah terselaisaikan secara keseluruhan. Sejak 26 Agustus 2000 ma’had tersebut mulai dihuni oleh 1041 santri, 483 santri putra dan 558 santri putri.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian akan kami klasifikasikan kedalam dua jenis pendekatan yaitu, penelitian kuantitatif, karena data yang kami ambil dalam bentuk angka akan diproses secara statistic (Arikunto, 1998). Kemudian, karena penelitian ini bersifat deskriptif maka kami arahkan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh dan untuk menjawab rumusan-rumusan masalah, yang mana data diperoleh melalui, pembagian kuesioner, dan wawancara.
3.2 Identifikasi Variabel
Variabel adalah suatu sifat atau fenomena yang menunjukkan sesuatu yang dapat diamati dan nilainya berbeda-beda (Heri Purwanto, 1998: 7). Atau, variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek peneliti (Arikunto, 2002 : 104). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:
3.2.1 Variabel Independen
Merupakan variabel yang disebut sebagai variabel bebas yaitu yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2003: 39). Dalam penelitian ini variabel independennya adalah peran musyrif/ah.
3.2.2 Variabel Dependen
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjauhi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2003: 40). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pembentukan sikap positif mahasantri Ma’had Sunan Ampel Al-Aly.
3.3 Definisi Operasional
Peran Musyrif/Musyrifah Dalam Pembentukan Sikap Positif Mahasantri Ma’had Sunan Ampel Al-‘Aly UIN Malang
Tabel: 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Skoring / Klasifikasi
Independen: Peran musyrif/ah. Mendampingi, membimbing, mengajari, serta mengontrol, dan juga bagaimana mereka dapat membentuk sikap-sikap positif mahasantri Kuesioner Jawaban:
1. Sangat setuju,
2. Setuju,
3. Tidak setuju,
4. Sangat tidak setuju.
Diklasifikasikan
Baik:
≥ X
Sedang/Cukup:
≥ X < r =" -----------------------------------------" 2="25-2="23)." ho =" Tidak" hi =" Terdapat"> angka kritis (0.396)
2. Probabilitas kesalahan menolak Ho (p) < a =" 0.05)">